ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN MALL OLIMPIC GARDEN (MOG) TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA MALANG



ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN MALL OLIMPIC GARDEN (MOG) TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA MALANG
Qonita Azzahra

Program Studi Ilmu Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang

ABSTRAK: Perkembangan kota besar di Indonesia berjalan semakin pesat. Hal ini ditunjukkan dengan bertambah banyaknya kegiatan atau usaha pembangunan yang dilakukan untuk menunjang kegiatan perekonomian disetiap daerah. Menurut data statistik kependudukan, pertumbuhan penduduk di kota-kota besar di Indonesia berbanding lurus dengan perkembangan yang ada dalam kota tersebut artinya, bahwa semakin besar perkembangan jumlah penduduk maka akan diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan kota yang cepat pula. Kota Malang  adalah kota  terbesar  kedua  di  Propinsi  Jawa  Timur setelah Surabaya yang memiliki wilayah seluas 110,06 km². Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir Kota Malang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dilihat  dari pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan tata guna lahan. Padatnya bangunan menyebabkan semakin luasnya lahan yang tertutup yang  mengakibatkan   ketidakseimbangan  lingkungan,  seperti melimpahnya limpasan air permukaan, erosi dan kurangnya lahan resapan air kedalam tanah serta berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi lingkungan kota. Keberadaan pasar modern yang banyak berdiri ini menimbulkan berbagai permasalahan yang berkenaan dengan lingkungan hidup disekitarnya misalnya Ramayana (Dinoyo Mall), Mall Olimpic Garden (MOG) dan Malang Town Square (MATOS). Maka dari itu kasus yang terjadi ini akan dibahas menggunakan AMDAL sebagai tolak ukur terhadap pendirian bangunan tersebut agar mampu menekan kerusakan lingkungan yang akan terjadi.

Kata Kunci : AMDAL,  Lingkungan, Pembangunan Kota

RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Malang tahun 2001-2011, selama sepuluh tahun terakhir ini mencatat bahwa perkembangan pasar modern atau biasa disebut mall yang ada di Kota Malang berkembang cukup pesat. Keberadaan pasar modern tersebut tentunya mempunyai daya tarik yang tinggi, sehingga dalam pengembangannya harus dibatasi dan perlu diberikan arahan. Pembangunan pasar modern di pusat kota maupun di tepi kota akan menimbulkan dampak yang berbeda–beda, akan tetapi semuanya akan berimplikasi terhadap lingkungan di sekitar pasar modern tersebut. Pada tahun 2008 misalnya, terdapat pasar modern baru di Bagian Wilayah Kota (BWK) Malang Tengah, tepatnya di Jalan Kawi, yaitu Mall Olympic Garden (MOG) yang berada di area stadion Gajayana.
Kebijakan  pembangunan Mall Olympic Garden (MOG) oleh Pemerintah Kota Malang ternyata banyak mengabaikan dan melanggar aturan yang telah ditetapkan, diantaranya yaitu Perda No.7 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah Kota Malang, UU nomor 7 tahun 2004 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, UU nomor 38 tahun 2004 Tentang Jalan, UU nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor 327/KPTS/2002 Tentang Penetapan Enam (6) Pedoman Bidang Penataan Ruang dan PP Provinsi Jawa Timur nomor 2 tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jatim.
Selain itu pembangunan MOG yang terletak di tepi jalan cukup mengganggu kelancaran lalu lintas dan menyebabkan angka kecelakaan semakin tinggi. Penempatan MOG di dekat Stadion Gajayana yang merupakan wilayah RTH kritis juga tidak tepat. Hal ini menyebabkan berkurangnya luas wilayah resapan air, sebagaimana telah diatur dalam UU nomor 26 tahun 2007 pasal 29 ayat 2 dan ayat 3. 
Pada dasarnya semua usaha dan kegiatan pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Mulai dari perencanaan awal suatu usaha atau kegitan pembangunan harus membuat perkiraan dampak yang penting terhadap lingkungan hidup, baik unsur fisik maupun non fisik, sosial budaya, dan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Hal ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan kelayakan kegiatan yang akan dilaksanakan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan di Kota Malang. Metode yang digunakan dalam tulisan ini melalui observasi di lapangan, wawancara  dan kajian pustaka.

PEMBAHASAN
Kebijakan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 2 dan 3 tentang tata ruang dan wilayah,  menjelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. Keterpaduan;
b. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. Keberlanjutan ;
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. Keterbukaan;
f. Kebersamaan dan kemitraan;
g. Pelindungan kepentingan umum;
h. Kepastian hukum dan keadilan; dan akuntabilitas.
Sedangkan dalam Pasal 3 menyatakan bahwa, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a.       terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.      terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.       terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan kedua pasal tersebut telah jelas bahwa penataan ruang dan wilayah itu harus memperhatikan bagaimana kondisi lingkungan yang ada di sekitar. Apabila sebagian lahan digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau, maka harus sesuai dengan keadaan dan kondisi kota itu sendiri.  Di dalam UU No.26 Tahun 2007 Pasal 2 dan 3 itu telah jelas sekali bahwa tata ruang dan wilayah itu sangat diperlukan untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang baik dan dapat digunakan untuk kepentingan bersama. Akan tetapi di Kota Malang kondisi dari Ruang Terbuka Hijau sangat sedikit karena pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mulai dialih fungsikan sebagai pembangunan pasar modern maupun apartemen.
Sebelum dilakukan pembangunan MOG , kawasan tersebut merupakan Ruang Terbuka Hijau bagi masyarakat Kota Malang, yang menyebabkan luas wilayah resapan air berkurang. Padahal luas wilayah RTH telah diatur dalam UU nomor 26tahun 2007 pasal 29 ayat 2 dan ayat 3, dimana keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di setiap kota harus sebesar 30 persen dari luas kota tersebut dengan tiga fungsi utama, yaitu fungsi ekologis, sosial ekonomi dan evakuasi.
Pembangunan pasar modern, khususnya MOG telah menimbulkan  banyak perdebatan dibeberapa kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi, dan masyarakat umum. Perdebatan tersebut tidak lain mengenai permasalahan kelingkungan. Dinas Pengawasan Bangunan dan Lingkungan Hidup terutama Bagian Lingkungan Hidup dinilai telah memberikan izin tanpa adanya penilaian dan perhatian terhadap aspek analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Pembangunan MOG pada awalnya terhalang oleh masalah perizinan. Dinas Perizinan membutuhkan waktu yang lama dalam mengeluarkan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Gangguan (HO) walaupun AMDAL dan Berkas HO MOG telah selesai. Mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Gangguan (HO). Proyek tersebut telah melanggar izin yang ada dimana, semua surat izin baru selesai pada akhir 2008 namun, keberadaan MOG telah beroperasi pada bulan Mei 2008. Dari sinilah nampak bahwa pengoperasian MOG tidak sesuai dengan aturan yang sudah dikeluarkan dan ditetapkan oleh dinas dan instansi terkait.
Kawasan Stadion Gajayana telah ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (wilayah resapan air) namun, sekarang berubah menjadi Lahan Terbangun. Dimana Ruang Terbuka Hijau seluas 8,408 hektar tersebut berkurang menjadi 1,607 hektar karena tertutupi oleh berbagai fasilitas olah raga, gedung, mall dan hotel serta bahan pengeras lainnya seperti aspal dan paving block. Berkurangnya lahan yang mampu meresapkan air, akan mengakibatkan semakin parahnya kondisi lahan resapan Kecamatan Klojen yang kritis, yang mana pada tahun 2001 nilai resapan Kecamatan Klojen sekitar 1,61% dari seluruh curah hujan yang jatuh. Berkurangnya nilai resapan berakibatkan pada penurunan kuantitas air tanah Kecamatan Klojen. Sebelum pembangunan MOG, lokasi studi mampu meresapkan air ke dalam tanah sebesar 96.327,43 m3 /tahun. Sedangkan setelah adanya pembangunan MOG, lokasi studi hanya mampu meresapkan air kedalam tanah sebesar 18.417,12 m3 /tahun. (Azizah, 2001).
Padahal Penetapan wilayah Stadion Gajayana sebagai RTH diatur dalam Perda nomor 7 tahun 2001 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Malang Tahun 2001-2011 terutama pada pasal 20 ayat 5 poin d yaitu “Untuk lapangan olah raga yang ada sekarang sebisa mungkin dihindari untuk peralihan fungsi sebagai kawasan terbangun, dan hanya difungsikan sebagai RTH baik untuk tempat olah raga, taman kota maupun sebagai peresapan air”. Hal ini didukung pula dengan penetapan wilayah stadion Gajayana sebagai wilayah yang tidak terbangun dan tidak dapat dialih fungsikan. Selain itu, pembangunan MOG juga mengganggu kelancaran lalu lintas dan menyebabkan angka kecelakaan semakin bertambah. Dimana hal tersebut juga  melanggar UU nomor 38 tahun 2004 Tentang Jalan. Pembangunan proyek MOG tidak memperhatikan AMDAL LALIN atau AMDAL Lalu Lintas, hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena bersinggungan langsung dengan kenyamanan pengguna jalan lainnya.
Banyak dampak fisik maupun non-fisik yang dirasakan masyarakat terkait pembangunan MOG ini. Dampak fisik yang yang terjadi adalah berkurangnya lahan resapan air yang berdampak pada munculnya banjir di kawasan Jalan Kawi, Jalan Tenes dan sekitar wilayah MOG. Banyak warga Malang yang mulai merasakan bahwa banjir yang terjadi di kawasan tersebut lambat laun akan semakin meluas jika lahan resapan air tidak memadai. Dampak lain dari berkurangnya ruang terbuka hijau adalah iklim mikro Kota Malang yang semakin panas. Pohon-pohon yang seharusnya ada di sekitar Stadion Gajayana ditebang dan dialihfungsikan menjadi tempat parkir liar untuk tempat parkir kendaraan yang akan masuk ke kawasan MOG.
Dampak pembangunan MOG sudah seharusnya diperhitungkan. Secara teknis, kehadiran MOG tanpa disertai dokumen AMDAL yang terbuka dan obyektif perlu dipertanyakan. Apalagi dikaitkan dengan munculnya dampak lingkungan dan upaya mencari solusi akibat menurunnya resapan air dan meningkatnya limpasan air harus tetap diperhitungkan seiring dengan pembangunan MOG. Yang pasti, pembangunan MOG sebagai buah kompensasi telah menghilangkan ketersedian fasilitas publik yang mudah di akses masyarakat.
Pembangunan MOG jelas akan menyisakan persoalan. Beberapa persoalan penting yang harus dikritisi sekaligus mempertanyakan kebijakan Pemerintah Kota Malang terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari perubahan RTH luar Stadion Gajayana. Pengalaman lampau menunjukkan, bahwa demi kemajuan kota pilihan kolaborasi antara pengambil kebijakan (Pemkot) dan para Pengusaha (pemilik modal) adalah aktor utama yang paling menentukan perubahan dan kemajuan sebuah kota. Tetapi yang patut diwaspadai adalah motif utama di balik setiap kebijakan yang digulirkan. Jika di dalamnya kental peran para pengusaha dengan profit oriented-nya maka dipastikan kemajuan sebuah kota hanya bisa dilihat dari aspek ekonomi semata. Ciri utama pembangunan kota di Indonesia justru tidak berkorelasi dengan perbaikan lingkungan hidup. Semakin maju dan berkembang ekonomi sebuah kota malah semakin banyak menimbulkan permasalahan baru di bidang lingkungan seperti semakin berkurangnya ruang terbuka hijau.

KESIMPULAN
Pembangunan Mall Olympic Garden telah melanggar Peraturan Daerah dan UU yang telah ada sehingga dalam perkembangannya menimbulkan berbagai permasalahan mulai dari perubahan lahan Ruang Terbuka Hijau, Kemacetan, Banjir dan Kecelakaan. Hal ini juga menyoroti bahwa, Kebijakan Pemerintah Kota Malang telah menyimpang dengan peraturan-peraturan yang telah dibuat dan direncanakan. Kegagalan ini berdampak pada lingkungan secara fisik dan non fisik. Pembangunan yang seharusnya memperbaiki kondisi kota menjadi lebih baik dan lebih maju, kini berbalik arah dan menyerang kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat serta lingkungan sekitar.




DAFTAR PUSTAKA

Maulidi, Chairul, dkk. 2014. Dampak Pembangunan Mal Olympic Garden Terhadap Resapan dan Limpasan. Universitas Brawijaya
Munif, Maarif S. 2013. Analisis Dampak Izin Mendirikan Bangunan (IMB0 Mall Olympic Garden (MOG) Terhadap Lingkungan Sekitar. Universitas Brawijaya
FIA UB. 2011. Dampak Pembangunan MOG (Mall Olympic Garden) Terhadap RTH di Kota Malang. Universitas Brawijaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIGITASI ON SCREEN

Penentuan Kandungan CL (Klorida) dalam Air

PENGAMBILAN SAMPEL TANAH