EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN INDUSTRI
LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN
“EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN INDUSTRI”
OLEH
:
QONITA
AZZAHRA
(130722607352)
OFF
H / ANG.2013
DOSEN
PENGAMPU ;
DIDIK
TARYANA S.Si M.Si
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur
yang memiliki luas wilayah 110,06 km2 dengan tingkat kepadatan
penduduk sekitar 8085 jiwa/km2 setelah Kota Surabaya
(Dispendukcapil. 2010). Jumlah penduduk yang senantiasa meningkat menyebabkan
Ruang Terbuka Hijau dan lahan pertanian di Kota Malang semakin sedikit.
Lahan-lahan tersebut banyak beralih fungsi menjadi kawasan terbangun seperti
kawasan industry, permukiman, dan kantor pemerintahan. Hal ini terjadi seiring
dengan perkembangan zaman. Pengelolaan lahan dan penggunaan lahan yang ada
haruslah mengevaluasi sumberdaya lahan sesuai dengan sifat fisik yang dimiliki
suatu lahan dari ketidaksesuaian penggunaan lahan yang tidak memperdulikan potensi
lahan, maka untuk kedepannya membutuhkan upaya konservasi yang tepat guna
perencanaan dalam pemanfaatan lahan tanpa merusak atau merubah resistensi
tanah. Evaluasi lahan pada hakikatnya merupakan proses pendugaan potensi sumber
daya lahan untuk berbagai penggunaan. Lahan sangat bervariasi dalam berbagai
faktor seperti topografi, iklim, geologi, geomorfologi, tanah, air, vegetasi
atau penggunaan lahan. Lahan yang merupakan objek penelitian, keadaannya
kompleks dan tidak merupakan suatu unsur fisik ataupun sosial ekonomi yang
berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan hasil interaksi dari lingkungan
biofisisnya (Mangunsukardjo, 1985 dalam Khadiyanto, 2005). Oleh karena itu
tindakan klasifikasi kesesuaian lahan penting artinya untuk perencanaan
penggunaan lahan yang optimal dan menekan angka kerusakan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep evaluasi
kesesualan lahan untuk industry di Arjowinangun?
2.
Bagaimana parameter-parameter
evaluasi kesesuaian lahan untuk industry di Arjowinangun?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) untuk kawasan
industri, yakni sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami konsep Evaluasi Sumberdaya Lahan
(ESL) untuk kawasan industri melalui praktikum di Kawasan
Industri di Arjowinangun.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menganalisis
parameter-parameter Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) untuk kawasan industri
melalui praktikum di Kawasan Industri di
Arjowinangun.
3. Mahasiswa mampu memberikan kesimpulan mengenai kesesuaian
lahan untuk industri dan dapat
memberikan argumen mengenai langkah apa yang harus dilakukan agar kawasan
industri di Arjowinangun dapat lebih baik dari sebelumnya.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Lahan
Lahan adalah
bagian dari landscape yang mencakup lingkungan fisik termasuk iklim,
topografi/relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi alami (natural vegetation)
yang semuanya mempengaruhi potensi penggunaannya (FAO: 1976, dalam Rayes:
2007). Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan
kemampuan lahan (Land capability). Kesesuaian lahan adalah kesesuaian
sebidang lahan untuk tujuan penggunaan atau komoditi spesifik. Adapun kemampuan
lahan lebih menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum
yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Semakin banyak jenis tanaman yang dapat
dikembangkan berarti kemampuan lahan tersebut semakain tinggi (PUSLITTANAK,
1993).
2.2
Kesesuaian
lahan
Kesesuaian
lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi berdasarkan karakteristik
atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu
sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan seperti curah hujan, jenis
tanah, dan ketersediaan air. Sedangkan kualitas lahan merupakan sifat tanah
yang lebih kompleks seperti kesesuaian kelembapan tanah, kelembaban terhadap
erosi dan ketahanan banjir (FAO, 1976)
2.3
Evaluasi
Lahan
Evaluasi lahan
merupakan proses penilaian penampilan atau keragaan (performance) lahan
untuk penggunaan tertentu, melalui pelaksanaan dan interpretasi survei dan
studi bentuklahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat
diidentifikasi dan dibuat pembanding berbagai penggunaan lahan yang mungkin
dikembangkan (FAO, 1976).
Pengertian
istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu
objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
untuk memperoleh kesimpulan (Yunanda: 2009). Menurut Djali dan Pudji (2008: 1),
evaluasi dapat diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria
atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan
keputusan atas objek yang dievaluasi.Evaluasi lahan merupakan suatu proses
pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaan (Rayes, 2007:141)
2.4
Industri
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang
dengan menggunakan sarana dan peralatan. Industri juga dapat diartikan sebagai
segala aktivitas manusia dibidang ekonomi yang produktif dalam proses
pengolahan atau pembuatan bahan dasar menjadi barang yang lebih bernilai
daripada bahan dasarnya untuk dijual.
Industri dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
disefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Industri adalah bagian dari proses produksi di mana bagian ini tidak
mengambil bahan-bahan langsung dari alam yang kemudian mengolahnya hingga
menjadi barang yang bernilai bagi masyarakat (Bintarto,1989: 87).
Industri yaitu kegiatan ekonomi dengan
memperoses atau mengolah bahan-bahan atau barang-barang dengan menggunakan
sarana peralatan seperti mesin, untuk menghasilkan barang (jadi) dan jasa
(Sujana, 2007 dalam Inkantriani, 2008).
(1) Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam
atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut,
misalnya kapas untuk industri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji
besi untuk industri besi dan baja. (2) Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi
dalam industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi
jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk
industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine. (3)
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami
satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut
menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan
untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan. (4) Barang jadi
adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun
siap pakai sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian, mebel, semen, dan
bahan bakar. (5) Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan
atau bagian-bagiannya. (6) Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.
Istilah
industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang
mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi yang disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Dari pengertian
diatas dan perkembangan industri saat ini terlihat bahwa industri hanya
menekankan pada kegiatan pengolahan saja, padahal kegiatan industri tidak hanya
kegiatan mengolah, namun kegiatan yang terkait langsung dengan produktivitas
dan komersial. Dengan kata lain, industri tidak terlepas dari aspek untung-rugi
yang tentunya terkait pula dengan pengelolaan yang berbasis pada efisiensi dan
efektivitas.
2.5
Penilaian
Kawasan Industri
Penilaian suatu
kawasan untuk dapat dijadikan daerah industri tidak hanya mengadakan batasan
wilayah industri tetapi perlu diperhatikan beberapa faktor yang mencakup faktor-faktor
fisik dan faktor-faktor sosial dalam hal ini adalah alam dan manusianya.
Faktor-faktor alam yang mencakup antara lain:
1.
Tanah/bentuk
lahan
2.
Tata
air (hidrologi) dan drainase
3.
Unit
geologi dan geomorfologi
4.
Iklim
5.
Penggunaan
lahan
Berikut klasifikasi kembang kerut tanah untuk industri:
Harkat
|
Kelas
|
Tekstur
|
5
|
Sangat baik
|
Semua pasiran dan pasir geluhan, geluh pasiran, geluh dan debu bergeluh
dengan lempung tidak mengembang (dominasi kaolinit)
|
4
|
Baik
|
Geluh pasiran, geluh debu bergeluh, lempung bergeluh, dan lempung yang
kurang mengembang
|
3
|
Sedang
|
Lempung bergeluh, dan lempung dengan campuran mineral lempung
|
2
|
Jelek
|
Lempung bergeluh, lempung dengan kandungan montmorilonit tinggi, atau
lempung mineral lainnya yang agak mengembang
|
1
|
Sangat jelek
|
Lempung yang sangat mengembang
|
Klasifikasi dan kriteria pH tanah untuk industri:
Harkat
|
pH tanah
|
5
|
6-7
|
4
|
7-8 / 5-6
|
3
|
8-9 / 4-5
|
2
|
10-11 / 3-4
|
1
|
<3 / >11
|
Klasifikasi dan kriteria daya dukung tanah untuk industri:
Harkat
|
Kriteria DDT (kg/cm2)
|
5
|
>3
|
4
|
2,6-3
|
3
|
2,2-2,6
|
2
|
1,8-2,2
|
1
|
<1,8
|
Klasifikasi dan kriteria drainase tanah untuk industri:
Harkat
|
Kelas
|
Drainase
|
5
|
Sangat baik
|
Resapan sangat cepat, tanah tidak jenuh air
|
4
|
Baik
|
Resapan cepat, penjenuhan tanah beberapa jam, dan tanah tidak ada bercak
|
3
|
Sedang
|
Resapan sedang, terjadi penjenuhan setelah hujan dan tanah tidak ada
bercak
|
2
|
Jelek
|
Lahan dengan banyak persoalan pengatusan, horison A berwarna
kelabu/hitam, horison B ada bercak-bercak
|
1
|
Sangat jelek
|
Daerah basah, tanah jenuh air, seluruh profil ada bercak, muka air tanah
tinggi
|
Klasifikasi dan kriteria kedalaman air tanah untuk industri:
Harkat
|
Kelas
|
Kedalaman air tanah
|
5
|
Sangat dalam
|
>250 cm
|
4
|
Dalam
|
150-250 cm
|
3
|
Sedang
|
101-150 cm
|
2
|
Dangkal
|
50-101 cm
|
1
|
Sangat dangkal
|
<50 cm
|
Klasifikasi dan kriteria korosivitas besi baja untuk industri:
Harkat
|
Kelas
|
Jenis tanah
|
Keasaman total (mcq/100 gr)
|
Resistivitas
|
Konduktivitas (mhos/cm)
|
5
|
Sangat baik
|
Pasir yang sangat lulus air dan lempung pasiran
|
<4
|
>10.000
|
<0,1
|
4
|
Baik
|
Pasir lempungan yang lulus air, lempung, debu, pasir tak lulus air, dan
lempung pasiran
|
<8
|
>5.000
|
<0,2
|
3
|
Sedang
|
Tanah liat lempungan lulus air, lempung yang agak lulus air, debu
lempungan, dan debu, pasir lempungan tak lulus air, tanah kedap air (termasuk
gambut dan pupuk)
|
<16
|
>2000
|
<0,4
|
2
|
Jelek
|
Tanah liat lulus air, tanah kedap air (selain tanah liat)
|
<16
|
>1000
|
<1,6
|
1
|
Sangat jelek
|
Tanah liat tak lulus air, dan sangat kedap air, pupk dan gambut
|
<16
|
<1000
|
<1,0
|
Klasifikasi dan kriteria kemiringan lereng untuk industri:
Harkat
|
Kelas
|
Kemiringan lereng
|
5
|
Rata-hampir rata
|
<2
|
4
|
Agak miring
|
2-8
|
3
|
Miring
|
8-30
|
2
|
Sangat miring
|
30-50
|
1
|
Terjal-sangat terjal
|
>50
|
Klasifikasi dan kriteria infiltrasi tanah untuk industri:
Harkat
|
Deskripsi
|
Infiltrasi (mm/jam)
|
7
|
Sangat lambat
|
1
|
6
|
Lambat
|
2-5
|
5
|
Sedang lambat
|
6-20
|
4
|
Sedang
|
21-65
|
3
|
Sedang cepat
|
66-125
|
2
|
Cepat
|
126-250
|
1
|
Sangat cepat
|
>250
|
Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Industri:
Kelas
|
Kesesuaian lahan
|
Harkat
|
Keterangan
|
I
|
Sangat sesuai
|
30-35
|
Satuan lahan dengan kondisi yang sangat sesuai untuk industri
|
II
|
Sesuai
|
25-29
|
Satuan lahan dengan kondisi sesuai untuk industri dengan memperhatikan
sedikit masalah lahan
|
III
|
Cukup sesuai
|
19-24
|
Satuan lahan cukup dapat digunakan untuk industri dengan beberapa
perbaikan
|
IV
|
Kurang sesuai
|
16-18
|
Satuan lahan dengan kondisi kurang sesuai untuk industri jika dipaksakan
harus dengan perbaikan yang cukup banyak
|
V
|
Tidak sesuai
|
7-13
|
Satuan lahan dengan kondisi tidak sesuai untuk industri
|
BAB III
METODE
3.1
ALAT DAN BAHAN
ALAT
1.
Sepasang Yallon
2.
Kompas Geologi
3.
Abney Level
4.
Pita Meter
5.
pH meter
6.
Botol
7.
Ring Tanah
8.
Notes
9.
Alat Tulis
BAHAN
1.
Peta Administrasi Kota Malang
2.
Peta Penggunaan Lahan Kota Malang
3.2 LANGKAH
KERJA
1.
Mengukur kemiringan lereng
2.
Mengambil sampel tanah
3.
Mengamati industry atau pabrik yang telah berdiri
4.
Mengukur kedalaman sumur
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Praktikum
Hasil
dari praktikum evalusi sumberdaya lahan kawasan industri untuk faktor-faktor alam yakni
sebagai berikut:
a. Kemiringan lereng
Lokasi Sampel
|
Pengukuran
|
Nilai Lereng (0)
|
Nilai
Rata-Rata
|
Lapangan Pabrik Pupuk Organik
|
A – 1
|
1,33
|
1,33
|
1 – 2
|
1,67
|
||
2 – B
|
1
|
||
Pabrik Asbes Gelombang
|
A – 1
|
1
|
1,56
|
1 – 2
|
1,67
|
||
2 – B
|
2
|
||
SPBE
|
A – 1
|
2
|
1,39
|
1 – 2
|
1,17
|
||
2 – B
|
1
|
||
Tegal dekat permukiman
|
A – 1
|
1
|
1,3
|
1 – 2
|
1
|
||
2 – B
|
2
|
||
Lereng Sungai
|
A – 1
|
1,83
|
17,28
|
1 – 2
|
20,5
|
||
2 – B
|
29,5
|
||
|
4,572
|
Kemiringan
lereng dalam % = (4,572/45)x100%
= 10,16% (harkat
4, agak miring)
b. Ph tanah dan air
Untuk pH
tanah, sampel yang diambil yakni pada dua titik:
1. Sampel Tanah Pabrik Pupuk Petroganik
Titik koordinat =
(0680967, 9110340)
Elevasi = 432
Ph tanah = 6,4
2. Sampel Tanah Lahan Sesudah SPBE
Titik koordinat =
(0681068, 9109431)
Elevasi = 408
Ph tanah = 6,4
Sampel
air sungai
pH = 6,7
Conduktivity = 3,33
ms/cm
Turbidity = 68
Temperatur = 24,40C
Salinitas = 0,16
c. Daya Dukung Tanah
Tanah
berpasir kasar, pasir halus, dan liat (harkat 4, daya dukung tanah baik)
d. Drainase tanah
Resapan
cepat, penjenuhan tanah beberapa jam, dan tanah tidak ada bercak (harkat 4, baik)
e. Kedalaman air tanah
Pada daerah Arjowinangun
kedalaman air tanahnya 1000 cm
(harkat 4, dalam)
Perhitungan Harkat
NO
|
Kriteria
|
Keadaan Lapangan
|
Harkat
|
1
|
Kemiringan Lereng
|
10,16%
|
4
|
2
|
pH Tanah dan Air
|
6,4 – 6,7
|
5
|
3
|
Daya Dukung Tanah
|
Tanah didominasi berpasir halus dan debu
|
4
|
4
|
Nilai Kembang Kerut
|
Baik
|
4
|
5
|
Drainase
|
Resapan cepat, penjenuhan tanah
beberapa jam, dan tanah tidak ada bercak
|
4
|
6
|
Kedalaman Air Tanah
|
1000 cm
|
4
|
7
|
Korosifitas
|
Pasir halus dengan campuran material sedikit lempung dan
dominasi debu
|
5
|
TOTAL
|
30
|
4.2
Pembahasan
Permasalahan industri tidak dapat
dipisahkan dari ketersediaan lahan, oleh karena itu untuk menilai suatu lahan
yang dapat digunakan untuk pembangunan industri tidak dapat langsung didirikan
atau dilaksanakan.
Evaluasi lahan yang bertujuan untuk
mengetahui potensi atau nilai dari suatu areal untuk penggunaan tertentu yang
tidak hanya terbatas pada penilaian karakteristik lingkungan, tetapi mencakup
analisis ekonomi, social dan dampak lingkungan. Evaluasi lahan merupakan
penghubung anatara berbagai aspek kualitas fisik, biologi dan teknologi
penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonomi yang akan berpengaruh kedepannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi
industri di suatu tempat, dimana faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor
langsung dan faktor tak langsung. Keberadaan industri di suatu tempat juga
tergantung pada faktor lingkungan yang akan menetukan kelangsungan industri
tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah faktor lahan. Faktor lahan mencakup
permasalahan tanah, sumberdaya, dan iklim setempat.
Kegiatan praktikum Evaluasi Lahan
Saat ini adalah untuk menilai kesesuaian lahan kawasan industri yang dilakukan
di Kelurahan Arjowinangun. Kelurahan paling tepi dari Kota Malang yang
berbatasan langsung dengan Turen dan Dampit, Kabupaten Malang. Di daerah ini
memang diwacanakan akan menjadi Kawasan Industri Kota Malang, sehingga
keberadaan industry masih belum banyak berdiri. Begitu pula dengan jumlah
pemukiman yang tidak begitu banyak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah ini belum mengalami banyak
perkembangan.
Berdasarkan hasil perhitungan harkat
dari analisis per faktor yang ada mendapatkan hasil 30. Hal ini menunjukkan
bahwa daerah Arjowinangun sangat cocok untuk kawasan pengembangan industry di
Kota Malang. Hal tersebut didukung dengan faktor alam seperti jenis tanah yang
sesuai yaitu dominan pasir halus dengan debu dan sedikit lempung. Saluran
drainase yang baik, bahkan ketika musim hujan jarang terjadi banjir. Saluran
drainase dibangun disepanjang jalan yang berada di kanan dan kiri. Tanah di
daerah ini juga tidak terlalu jenuh dengan air, karena material utama pasir
sehingga lebih mudah untuk meloloskan dan meresapkan air, didukung juga belum
banyak bangunan penutup lahan yang berpengaruh terhadap jumlah limpasan
permukaan dan genangan yang akan timbul.
Secara keseluruhan dari beberapa
sampel tanah yang diambil menunjukkan hasil yang sama, maka dari itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa daerah Arjowinangun hanya terdapat satu kesatuan
lahan. Topografi yang datar dan di dukung dengan muka air tanah yang dalam
sangat mendukung terbangunnya kawasan industry.
Kedalaman air tanah sebagai
pendukung kegiatan produksi industry tentunya sangat berpengaruh. Apabila
kawasan industry menggunakan air tanah dengan permukaan yang dangkal maka
mempengaruhi jumlah banyaknya air yang dapat digunakan dan diambil. Apabila
kawasan perindustrian terlalu banyak mengambil air tanah dangkal maka, dapat
diperkirakan bahwa masyarakat yang dinggal disekitar industry tidak mendapatkan
supplei air bersih yang cukup.
Daya kembang kerut tanah di daerah
ini bagus sekali. Pengaruh besar dari baik/ buruknya dari daya kembang kerut
tanah terletak pada keutuhan bangunan. Apabila suatu bangunan industry dibangun
di atas tanah yang memiliki daya kembang kerut tanah yang buruk maka, dinding
bangunan lama kelamaan akan mengalami retakan dan rekahan yang secara perlahan
akan merobohkan bangunan tersebut. Faktor ini sanagt berbahaya apabila tidak
diperhatikan dengan baik saat melakukan evaluasi lahan. Namun, apabila sebuah
industry didirikan di atas tanah dengan daya kembang kerut yang baik maka,
kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan pada bangunan.
Selain memperhatikan faktor alam
yang mendukung untuk sebuah lahan dapat dijadikan kawasan industry maka perlu
juga untuk mengevaluasi faktor sosial-ekonomi masyarakat yang sedang berkembang
di sekitarnya. Pada umumnya daerah arjowinangun ramai pada saat lokasinya
berbatasan dengan daerah buring. Namun, ketika memasuki daerah arjowinangun
hingga hamper perbatasan dengan turen, daerahnya sangat sepi. Di sepanjang
jalan hanya ada beberapa industry yang sudah dibangun. Dan pemukiman warga
mulai ada lagi ketika berbatasan dengan turen. Kegiatan ekonomi warga
didominasi dengan usaha di depan rumah, baik itu rumah makan atau jasa pencuci
mobil dan pakaian.
Pembangunan industry di daerah ini secara fisik dan sosial-ekonomi
sangat mendukung dalam perkembangannya. Dengan adanya kawasan industry
diharapkan mampu mengubah secara berlahan ekonomi masyarakat menjadi lebih
baik, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja di sekitar industry.
BAB V
KESIMPULAN
1.
Setelah dilakukan Evalusi Sumberdaya Lahan untuk kawasan
industri di daerah Arjowinangun, maka daerah ini dapat
dikategorikan sebagai daerah yang sangat sesesuai untuk dikembangkan sebagai
kawasan industri.
2.
Semua aspek lahan yang ada di kawasan Arjowinangun, morgologi, tanah, hidrologi,
geologi, dapat menunjang pembangunan kawasan industri comboran dengan baik.
3.
Pembangunan kawasan industri memiliki banyak dampak
positif terhadap perkembangan ekonomi masyarakat tetapi tidak sedikit pula
dampak negatif yang bisa ditimbulkan, terutama dalam aspek lingkungan dan
kesehatan. Oleh karena itu, dalam pembangunan kawasan industri diperlukan
pengolahan dan pengawasan yang baik terutama dalam bidang AMDAL agar dampak
negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan kawasan industri di Arjowinangun ini
tidak terjadi dan tidak merugikan masyarakat sekitar sehingga, tetap menjaga
kelestarian dan kesejahteraan lingkungan disekitarnya.
DAFTAR
REFERENSI
Agus,
Fahmuddin. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan contoh Peta Arahan
Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Bogor : Balai Penelitian Tanah
Notohadiprawiro, T. 2006. Kemampuan dan
Kesesuaian Lahan: Pengertian dan Penetapannya. Yogyakarta : Ilmu Tanah
Universitas Gajah Mada
Rosyida, Fatiyah. 2011. Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) Untuk Kawasan
Industri di Jenu, Kabupaten Tuban. Skripsi Jurusan Geografi Universitas Negeri
Malang
Sutanto. 1991. Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) Untuk Kawasan Industri.
Yogyakarata: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Soemarto.
1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional Indonesia
Utaya, Sugeng.
2012. Pengantar Hidrologi.
Yogyakarta: Aditya Media
Komentar
Posting Komentar