EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN



LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN

“EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN”


OLEH :

QONITA AZZAHRA
(130722607352)
OFF H / ANG.2013

DOSEN PENGAMPU ;
DIDIK TARYANA S.Si M.Si


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pengembangan wilayah adalah upaya terpadu untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena setiap wilayah memiliki karakteristik yang sangat berbeda (Riyadi, 2002). Dalam konteks pengembangan wilayah, dimensi ruang memiliki arti penting karena ruang dapat membawa kemajuan dan juga menciptakan konflik bagi individu dan masyarakat (Riyadi, 2002).
Ruang menjadi rebutan karena ketersediaannya semakin langka dan terbatas. Ruang adalah wadah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya; ruang mencakup lahan dengan berbagai sumberdaya yang ada di atas maupun di dalamnya. Bertentangan dengan ketersediaannya yang semakin terbatas, kebutuhan terhadap lahan justru semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan. Apalagi lahan juga perlu dikonservasi untuk penggunaannya di masa mendatang (Sitorus, 1995). Terkait dengan kondisi lahan yang terbatas, pemanfaatan lahan harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal dan bertanggungjawab serta sesuai dengan kemampuan daya dukungnya (Sugandhy, 1999).
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kesesuaiannya akan memberikan dampak buruk, baik secara fisik maupun ekonomi. Secara fisik, pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan dapat menimbulkan kerusakan lahan (Mather, 1986) dan sebaliknya, penggunaan lahan yang tepat adalah langkah pertama untuk menunjang program konservasi lahan (Sinukaban, 1989). Adapun secara ekonomi, ketidaksesuaian lahan akan berdampak pada produktivitas lahan. Produktivitas komoditas pertanian akan rendah apabila komoditas tersebut ditanam pada lahan dengan kondisi biofisik yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman (Adiwilaga, 1985). Begitu pula dengan manfaat yang dapat diambil dari suatu lahan yang memiliki kemampuan untuk lahan pemukiman.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi Kemampuan Lahan
Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut.  Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat dibedakan atas a) pendekatan dua tahap yaitu tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan secara fisik atau bersifat kualitatif kemudian diikuti dengan tahapan kedua berdasarkan analisis ekonomi dan sosial, b) pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik maupun ekonomi dilaksanakan secara bersamaan.
Evaluasi Kemampuan Lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensial lahan bagi penggunaan berbagai system pertanian secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu apapun tindakan tindakan pengelolahannya. Oleh sebab itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum dibandingkan dengan evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus. Dalam evaluasi kemampuan lahan ada beberapa data yang dikumpulkan untuk kepentingan analisis yaitu :
a.       Tanah
Menurut Arsyad (1985), tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan (2) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar, air tanah tersimpan dan tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan. Kedua fungsi tersebut akan habis atau hilang disebabkan kerusakan tanah. Hilangnya fungsi pertama dapat diperbaharui dengan mengadakan pemupukan, tetapi hilangnya fungsi kedua tidak mudah diperbaharui.


b.      Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap usaha pertanian dan kadang-kadang merupakan faktor penghambat utama disamping faktor-faktor lainnya. Iklim dapat berpengaruh terhadap tanah, tanaman dan terhadap hama dan penyakit tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985). Sandy (1977) menyatakan bahwa unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap penggunaan tanah adalah suhu dan curah hujan. Suhu (tenperatur) sangat ditentukan oleh perbedaan tinggi tempat, sedangkan curah hujan sangat ditentukan oleh intensitas dan distribusinya.
c.       Topografi
Ketinggian di atas permukaan laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi bentang lahan mudah diukur dan dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-faktor topografi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya diusahakan demikian pula didalam program mekanisme pertanian (Sitorus, 1989).
d.      Vegetasi
Salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari aktifitas manusia adalah vegetasi baik pada masa lalu atau masa kini.  Vegetasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu melalui adanya tanaman-tanaman sebagai indikator (Sitorus, 1989).
e.       Sosial Ekonomi
Menurut Sitorus (1989), ada 3 masalah utama dalam menggunakan data sosial ekonomi utnuk evaluasi lahan yaitu : (1) pengevaluasian mungkin tidak mengetahui secara tepat nomenklatur dan konsep ekonomi, (2) data ekonomi yang tersedia pada umumnya didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya, (3) faktor-faktor ekonomi yang selalu berubah-ubah.  Dengan alasan-alasan di atas sebagian besar sistem evaluasi lahan mencoba menghindari pertimbangan faktor sosial dalam pengevaluasian lahan.
2.2 Klasifikasi Klas Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi lahan yang dilakukan dengan metode faktor penghambat. Dengan metode ini setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamanya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya.
Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak dipakai di Indonesia dikemukakan oleh Hockensmith dan Steele (1943). Menurut sistem ini lahan dikelompokan dalam tiga kategori umum yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau Satuan pengelompokan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. Jadi kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang umum (Sys et al., 1991).
Tanah dikelompokan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas I sampai kelas VIII. Tanah pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan setahun), rumput untuk pakan ternak, padang rumput atau hutan. Tanah pada Kelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Dalam beberap hal tanah Kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam lahan Kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Untuk menerapkan dan menggunakan sistem klasifikasi ini secara benar setidaknya terdapat 14 asumsi yang perlu dimengerti. 
a.      Kelas Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:
1.      Terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%).
2.      Kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah.
3.      Tidak mengalami erosi.
4.      Mempunyai kedalaman efektif yang dalam.
5.      Umumnya berdrainase baik.
6.      Mudah diolah.
7.      Kapasitas menahan air baik.
8.      Subur atau responsif terhadap pemupukan.
9.      Tidak terancam banjird
10.  Dibawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.
b.      Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim.
Hambatan pada lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut: 
1.        Lereng yang landai atau berombak (>3 % – 8 %).
2.        Kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang.
3.        Kedalaman efetif sedang, struktur tanah dan daya olah kurang baik
4.        Salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan timbul kembali.
5.        Kadang-kadang terkena banjir yang merusak.
6.        Kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, atau  keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau pengelolannya.
c.       Kelas Kemampuan III  
Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa.
 Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal berikut:
1.      Lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 – 15%)
2.      Kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang dan selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam.
3.      Lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat.
4.      Kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air.
5.      Terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase.
6.      Kapasitas menahan air rendah.
7.      Salinitas atau kandungan natrium sedang.
8.      Kerikil dan batuan di permukaan sedang.
9.      Hambatan iklim yang agak besar
d.      Kelas kemampuan IV  
Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: 
1.      Lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%)
2.      Kepekaan erosi yang sangat tinggi
3.      Pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi
4.      Tanahnya dangkal dan kapasitas menahan air yang rendah
5.      Selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam
6.      Kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk)
7.      Terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah
8.      Salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau keadaan iklim yang kurang menguntungkan. 
e.       Kelas Kemampuan V  
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam.
Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim yaitu
1.      Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, sehingga selalu terlanda banjir.
2.      Berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau batuan)
3.      Iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah: tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal.  Tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungkinkan produksi tanaman secara normal. tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau  tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.
f.       Kelas Kemampuan VI  
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut:  terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),  telah tererosi berat, kedalaman tanah sangat dangkal,  mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat),  daerah perakaran sangat dangkal, atau  iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi yang berat seperti, pembuatan teras bangku yang baik. 
g.      Kelas Kemampuan VII  
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk konserbvasi tanah , disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak dapatdihiangkan seperti  terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau  telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki. 
h.      Kelas kemampuan VIII 
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa:  terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau  berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan  kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir
2.3  Metode Pendekatan Dalam Evaluasi Lahan
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan parametrik.
a.       Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode inimembagi lahan berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas lahan.  Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al., 1991).  Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai berikut :
1.      0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
2.      1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
3.      2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
4.      3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
5.      4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2

b.      Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai maksimum 100 hingga nilai minimum 0.  Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991)
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif; keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi.  Masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1998)
c.       Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu.  Penentuan kelas kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh bobot terkecil (Sys et al., 1991).
2.4 Kriteria Penilaian Kelas Kesesuain Lahan
Indeks Lahan
atau Iklim
Nilai
Ekivalensi
Tingkat
Pembatas
Kelas Kesesuaian
Lahan
> 75
50 – 75
25 – 50
12 – 25
< 12
100 – 85
85 – 60
60 – 40
40 – 25
< 25
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
S1
S2
S3
N1
N2
2.5 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.  Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian pengelompokan suatu kawasan tertentu.  Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pengelompokan suatu kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya dengan penggunaan yang dipertimbangkan (FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur dari kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) yang terdiri dari empat kategori yaitu :
1.      Ordo menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum. Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.  Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :
a.        Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya.  Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.
b.        Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.
2.      Kelas menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai, yaitu :
a.       Kelas S1  :   Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
b.      Kelas S2  :   Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari.  Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga akan meningkatkan masukan yang diperlukan.



c.       Kelas S3  :   Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari.  Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
d.      Kelas N1 :   Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin diatasi.
e.       Kelas N2 :   Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan.

3.      Sub-kelas menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam kelas. Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas.  Sub kelas ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah simbol S2, S3, atau N sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak mempunyai faktor pembatas. Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :

a.       Pembatas iklim (c)
b.      Pembatas topografi (t)
c.       Pembatas kebasahan (w)
d.      Pembatas faktor fisik tanah (s)
e.       Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
f.       Pembatas salinitas dan alkalinitas (n)


4.      Unit menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub-kelas.
2.6 Kriteria Klasifikasi Lahan
Pengelompokkan dalam kelas kemampuan lahan dinilai untuk setiap satuan peta yang diperoleh dari hasil survei tanah. Dalam setiap satuan peta terdapat informasi tentang taksa tanah (pada kategori yang tergantung dari skala peta tanah) dan komponen lahan lainnya seperti bentuk lahan, lereng, hidrologi dan iklim dalam hubungannya dengan penggunaan lahan, pengelolaan dan produktivitas lahan. Informasi tersebut terdapat pada legenda peta. Dibawah ini dikemukakan kriteria faktor pembatas yang menentukan kelas atau sub-kelas maupun satuan kemampuan lahan seperti dikemukakan oleh Arsyad (1989).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1  Metode Penelitian
-          Metode yang dilakukan dalam mengumpulkan data yaitu melalui observasi langsung di lapangan, wawancara dan studi pustaka dari berbagai referensi.
-          Analisis Laboraturium untuk analisis kimia tanah pada sampel tanah.

3.2  Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat observasi tentang evaluasi kemampuan lahan ini dilakukan di Kelurahan Bunulrejo, Kota Malang yang dilakukan pada bulan Maret 2015.

3.3  Alat dan Bahan
>> Pengambilan dan Pengukuran di lapangan

-          Cangkul
-          Ph Meter
-          GPS
-          Ring
-          Yallon
-          Pita Meter
-          Bor tanah
-          Aquades
-          Notes
-          Alat tulis

>> Pembuatan Peta Arahan Kesesuaian Lahan Kota Malang
-          Peta Lereng, Tanah, Hujan, dan kemiringan .dem
-          Peta Administrasi Kota Malang .shp
-          Laptop
-          Internet
-          Software ArcGIS




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran di lapangan dan analisis laboraturium, didapatkan hasil sebagai berikut :
Jenis Tanah Aluvial Kelabu Tua
Ukuran
Jumlah (gr)
Tekstur
Fraksi
Jumlah (%)
Tekstur tanah
2mm
13,1
Sangat kasar
Pasir
42,45
Pasir
1mm
27,2
500µm
22,7
Kasar
250µm
15,3
Sedang
106µm
11
Halus
53µm
5,3
Sangat halus
Debu
15,25
38µm
1,5
< 38µm
0,6
Liat
42,3

Data jumlah komponen yang dianalisis digunakan sebagai indicator pengharkatan kemampuan wilayah, berikut adalah kriteria pengharkatan menurut Supraptohardjo, 1962
Jumlah Harkat
Klas Kemampuan
Arti Klas Kemapuan Wilayah
Tanah
>20
I
Wilayah baik sekali, hamper tidak ada penghambat, dapat digunakan untuk segala usaha pertanian
Alluvial,Regosol
16 – 19
II
Wilayah baik, ada sedikit penghambat, dapat digunakan untuk berbagai usaha pertanian dengan sedikit intensifikasi
Alluvial,Latosol,Andosol
12 – 15
III
Wilayah agak baik, beberapa penghambat memerlukan investasi untuk usaha pertanian.
Latosol
8 – 11
IV
Wilayah sedang, beberapa penghambat perlu diatasi untuk usaha penghambat pertanian
Mediteran,Grumosol
4 – 7
V
Wilayah agak jelek, beberapa penghambat memerlukan usaha intensifikasi lebih banyak, usaha pertanian mekanis tidak mungkin.
Latosol
0 – 3
VI
Wilayah jelek,berbagai penghambat membatasi penggunaan lahan untuk pertanian biasa, baik untuk tanaman tahunan, hutan produksi, dan peternakan
Regosol,Andosol,Rensina
Grumosol,Pedsolik
Organosol
-3 – 0
VII
Wilayah jelek sekali, pertumbuhan tanaman/penggunaan lahan sangat terbatas oleh factor alas, agak baik untuk tanaman tahunan,hutan produksi.
Pedsolik merah-kuning
Organosol
< - 4
VIII
Wilayah amat jelek, factor-faktor alam tidak memungkinkan untuk suatu usaha pertanian, hanya baik untuk hutan lindung atau margasatwa.
Podsol

Pengharkatan Tanah Aluvial Kelabu Tua
No.
Faktor Menguntungkan
Keterangan
Harkat
1.




2.








3.










4.




5
PN = Kandungan Unsur Hara
a.       Kandungan N      = 0,77 %
b.      Kandungan P2O5 = 0,073 %
c.       Kandungan K2O  = 0,052 %

PSM = Hubungan antara kelembaban tanah dan tanaman:
  1. Tekstur tanah
Agak Halus
  1. Strukur tanah
Gumpal
c.       Bahan Organik
(26,87 % ) Tinggi

FHC = Kapasitas penyerapan unsur hara:
  1. Keasaman (pH) tanah
6,8 (netral)
  1. Fraksi lempung (%)
42,3% =  agak tinggi
c.       Bahan Organik
(26,87 % ) Tinggi
d.      Perbandingan C/N
(9,24 %)

ED = Kedalaman tanah efektif (cm):
125  = sedang
P = Permeabilitas (cm/jam):
1,6 cm/jam = agak lambat

ES = Kepekaan tanah terhadap erosi:
  1. Kandungan debu (%)
15,25 = sedang
  1. Bentuk struktur tanah
Gumpal

A. Tinggi  (+5)
Tinggi       (+4)
Sedang      (+3)




(+4)

(+2)

(+4)



(+4)

(+3)


(+4)

(+3)


(+2)

(+2)


(+3)

(+1)

(+4)



(+4)








(+5)











(+4)




(+3)




No.
Faktor Merugikan
Keterangan
Harkat
1.

2.

3.

4.

5.

6.
R = batu besar/singkapan batuan (%)
Tanpa batu besar
S = batu kecil/kebatuan (%)
Tanpa Batu
GW = muka air tanah (cm)
12 m = 1200 cm = Dangkal
Mikro relief
1-10 = sedikit
Makro relief
Datar
Lereng (%)
0,137 = datar

(-0)

(-0)

(-3)

(-1)

(-0)

(-0)

(-0)

(-0)

(-3)

(-1)

(-0)

(-0)
No.
Faktor Bahaya

Harkat
1.

2.

3.
D = kekeringan
 40 – 60% = Cukup Pasir
O = banjir (bulan/tahun)
Tanpa
E = erosi
Ringan

(-1)

(-0)

(-1)

(-1)

(-0)

(-1)
No
Parameter
Harkat
1
Faktor menguntungkan
+20
2
Faktor merugikan
-4
3
Faktor bahaya
-2

Jumlah total
14 / kelas III

Sehingga berdasarkan perhitungan harkat hasil analisis laboraturium didapatkan kesimpulan sebagai berikut :







4.2 PEMBAHASAN
            Hasil analisis kemampuan lahan yang ada di Kelurahan Bunulrejo yaitu termasuk dalam klasifikasi kemampuan III dengan nilai akhir pengharkatan yaitu 14. Berdasarkan Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan macam penggunaan Lahan (Diadaptasikan dari Hockensmith dan Steele, 1949 oleh Brady, 1974) menunjukkan bahwa Kelas Kemampuan Lahan II dapat digunakan untuk pengembangan Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan dan Pertanaman yang bersifat Terbatas hingga sedang serta tidak mampu untuk pertanaman yang bersifat intensif dan sangat intensif. Hal ini disebabkan karena membutuhkan usaha yang lebih untuk lahan dapat berproduksi secara efektif.
            Kemampuan Kelas III merupakan tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan konservatif khusus. Hambatan yang terdapat pada tanah dalam kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahannya, pilihan tanaman atau kombinsai dari poembatas-pembatas tersebut. Jika digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian umumnya, pada tanah yang basah permeabilitasnya rendah tapi hamper datar di dalam tanah kelas III memerlukan drainase dan pengolahan tanah yang dapat memelihara atau memperbaiki struktur dan keadaan tanah.
            Wilayah kelurahan bunulrejo berbatasan dengan kelurahan purwantoro, sawojajajar, pandanwangi, ksatrian, polehan, pandanwangi, dan celaket. Secara umum dari wilayah Bunulrejo ini berbentuk gelombang, karena banyak ditemukan jalanan yang naik dan turun. Dimana perbedaan topografi ini sangat curam yang sebagian besar dapat dilihat langsung dengan bentuk jalan yang beraspal. Berdasarkan hasil analisis laboraturium jenis tanah yang terdapat yaitu Alluvial Kelabu tua yang didapatkan di beberapa lahan terbuka. Ketika dilihat perbedaan dan persamaan antar sampel tanah tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Bunulrejo merupakan satu kesatuan wilayah yang sama. Tidak ada perbedaan jenis tanahnya.
            Tanah sampel yang diambil dibeberapa lokasi observasi mennunjukkan hasil yang sama yaitu berwarna kelabu tua dengan kandungan organic yang tinggi, bertekstur halus dan menggumpal. Ketika tanah dalam keadaan basah atau lembab mudah dibentuk bulat dan sangat lengket. Hal ini disebabkan karena kandungan lempung yang banyak. Namun, ketika tanah dalam keadaan kering susah untuk dihancurkan. Untuk mengetahui perbedaan susunan material  tanah maka dilakukan pengeboran tanah hingga kedalaman 100 cm. Akan tetapi hasil jenis tanahnya sama.
            Sebagian wilayah Bunulrejo berbentuk datar dengan sedikit daerah yang bergelombang. Umumnya daerah yang bergelombang cenderung munju kearah sungai. Tingkat permeabilitas yang  agak lambat menyebabkan ketika hujan datang jumlah limpasan aliran air permukaan lebih banyak bahkan, saluran drainase tidak mampu menampung banyaknya air yang ada (meluap). Di sebagian lahan terbukapun ketika setelah hujan banyak ditemukan kubangan air hujan yang lambat mengalami peresapan kedalam tanah karena dilihat dai porositas tanah yang sempit dan kecil sehingga air susah untuk cepat meresap. Di wilayah ini tidak sulit untuk mendapatkan air, karena rata-rata dari kedalaman muka air tanah yang diukur melalui sumur menunjukkan hasil antara 10 – 12,5 m. Debitnya ada setiap tahun dan jernih.
            Iklim mikro di daerah ini sama dengan iklim mikro Kota Malang. Walaupun pada kenyataannya daerah ini padat dengan pemukiman namun, tidak mengubah sebagian dari iklim yang ada. Lahan yang terbuka jumlahnya sangat sedikit karena sebagian besar wilayah ini dipenuhi dengan pemukiman dengan berbagai ukuran. Kemampuan Lahan Kelas III ini memang kurang cocok untuk pertanian karena berdasarkan hasil lapangan, lahan yang berbentuksawah tersebut hasilnya kurang maksimal.
           







BAB V
KESIMPULAN
Evaluasi kemampuan lahan sangat diperlukan untuk menentukan klasifikasi suatu lahan agar membantu dalam memberikan keputusan yang baik untuk pembuatan kebijakan ke depannya. Evaluasi kemampuan lahan juga berguna untuk pihak yang membutuhkan untuk rencana pengembangan wilayah baik untuk pemukiman, industry maupun pertanian. Hal ini dilakukan agar mampu mengoptimalkan sumberdaya lahan itu sendiri dan tidak terlepas dari tindakan konservasi yang dapat dilakukan serta mengurangi kerugian yang akan timbul setelah pengembangan lahan di kemudian hari.














DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB : Bogor
Fakultas Geografi. 1991. Evaluasi umberdaya Lahan. UGM : Yogyakarta
Notohadiprawiro, T. 2006. Kemampuan dan Kesesuaian Lahan : Pengertian dan Penetapannya. UGM : Yogyakarta
Saputri, Dwi E. 2010. Analisis Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di DAS Grindulu Pacitan Provinsi Jawa Timur. USM : Surakarta
Sitorus, S. R. P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito : Bandung


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIGITASI ON SCREEN

Penentuan Kandungan CL (Klorida) dalam Air

PENGAMBILAN SAMPEL TANAH