KARAKTERISTIK DAN POTENSI UNSUR FISIK - NON FISIK DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG



KARAKTERISTIK DAN POTENSI UNSUR FISIK - NON FISIK  DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
(Studi Pada Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2001 – 2011)
Qonita Azzahra

Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang

ABSTRAK
Penulisan di dalam jurnal ini membahas tentang upaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang dalam Penataan Ruang Wilayah dengan memperhatikan karakteristik dan Potensi Fisik dan Non Fisik yang ada di Kota Malang. Hal ini dilatarbelakangi dengan adanya Peraturan Daerah Kota Malang Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2001 – 2011. Untuk mengetahui permasalahan yang ada, maka metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis sosiologis, dimana penulis mengkaji Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2001 yang menyebutkan dalam Rencana Struktur Tata Ruang Kota Malang Pasal 10, ayat 1, point a bahwa, Penetapan fungsi dan peran Kota Malang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan potensi wilayah Kota Malang dan fungsi perannya dengan wilayh sekitarnya (hinterlandnya).
Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi data yang menggunakan studi observasi dengan literature maupun dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa dalam upaya penataan tersebut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sudah efektif dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah sehingga terciptanya kehidupan yang harmonis antara unsur fisik dan non fisik yang ada.
Kata kunci: penataan ruang wilayah, karakteristik dan potensi, serta fisik dan non fisik

PENDAHULUAN
Kota Malang berada pada 07o46’48” – 08o46’42” Lintang Selatan dan 112o31’42” – 112o48’48” Bujur Timur, dengan luas wilayah 110,06 km2. Kota Malang terdiri dari 5 Kecamatan yaitu Kedungkandang, Klojen, Blimbing, Lowokwaru, dan Sukun. Daerah penyelidikan mempunyai elevasi antara 300 - 1.694 m di atas muka air laut dan secara morfologi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu satuan morfologi dataran yang menempati bagian tengah dan selatan, satuan morfologi pebukitan bergelombang menempati bagian timur dan utara, dan satuan morfologi pegunungan menempati wilayah bagian barat, utara dan timur. Karena letaknya yangcukup tinggi, Kota Malang memiliki udara yang sejuk dengan suhu rata-rata 24,13°C dan kelembaban udara 72% serta cerah hujan rata-rata 1.883 milimeter per tahun. Secara geologi daerahnya disusun oleh batuan hasil kegiatan gunung Kawi (Barat), gunung Arjuna, Kendeng (Utara) dan gunung Semeru dan Tengger (Timur) yang terdiri dari tufa, tufa pasiran, breksi gunung api, aglomerat, dan lava.

Secara hidrologi Kota Malang dikelilingi oleh sungai Brantas,Sungai Bangu, Sungai Amprong dan Sungai Metro. Sedangkan secara hidrogeologi akumulasi air tanah di Cekungan Malang dijumpai pada lapisan akuifer yang dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok akuifer dengan kedalaman kurang dari 40 m, kelompok akuifer dengan kedalaman antara 40 - 100 m, dan kelompok akuifer dengan kedalaman antara 100 - 150 m. Berdasarkan kuantitas dan kualitas air tanahnya, potensi air tanah di Cekungan Kota Malang dikelompokkan menjadi 4 (empat) wilayah potensi air tanah yaitu wilayah potensi air tanah besar, sedang, kecil, dan langka.  Penggunaan lahan di daerah ini berupa hutan belukar yang menempati bagian barat, utara, dan timur. Tanah pesawahan menempati bagian selatan yang merupakan pedataran, tanah perkebunan, dan selebihnya merupakan tanah pemukiman penduduk perkotaan dan pedesaan.

Ketersediaan unsur fisik yang baik mampu memberikan kehidupan tersendiri bagi penduduk setempat. Didukung juga oleh unsur non fisik terutama unsur manusia yang mampu mengolah dan menata sedemikian rupa dengan baik Sehingga, kehidupan terasa lebih harmonis dan selaras. Walaupun pembangunan daerah permukiman pada saat itu masih didasarkan pada kelompok etnis tertentu dimana : Daerah Pribumi bermukin di sebelah selatan alun-alun, Kebalen, Talun, Klojeb Loro dan Jodipan. Daerah permukiman bangsa Eropa bermukin di sebelah barat daya alun-alun, Kayutangan, Oro-oro Dowo, Celaket, Klojen Loor dan Rampal. Sedangkan untuk daerah pemukiman etnis China berada di sebelah timur laut alun-alun. Penataan ruang wilayah tersebut tidak terlepas dari ahli perencanaan kota asal Belanda yaitu Ir.Herman Thomas Karsten yang banyak berkiprah dalam penataan ruang Kota Malang pada tahun 1917. Sehingga, pembuatan Peraturan Daerah pun masih memperhatikan terhadap keberlangsungan hasil karyanya yang salah satunya masih ada yaitu Idjen Boulevard.


LATAR BELAKANG
Profil wilayah seringkali lebih dianggap sebagai sesuatu yang penting untuk pengembangan wilayah. Diberbagai daerah, keberadaan profil wilayah seringkali hanya berupa data angka tanpa penjelasan apapun, sehingga terkesan sebagai pelengkap saja. Padahal, apabila ditampilkan dengan teknik yang benar, tampilan grafis yang menarik dengan data yang akurat serta dengan pendiskripsian yang jelas, profil wilayah bisa menjadi ajang promosi daerah. Potensi wilayah bisa lebih tereksplorasi sehingga memudahkan pengguna (investor) untuk memahami karakteristik wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan suatu daerah, memerlukan bermacam data statitsik untuk dasar penentuan strategi dan kebijaksanaan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Sehingga membutuhkan Frase perencanaan dan pembangunan yang merupakan suatu kesatuan tidak terpisahkan yang memiliki keterhubungan yang melekat, karena pembangunan membutuhkan perencanaan.
Dalam pembangunan, perencanaan harus dimulai dari pemerintahan pusat sampai pada tingkat pemerintahan daerah. Dalam struktur pemerintahan pusat dikenal dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan dalam struktur pemerintahan daerah disebut dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Dalam rangka mewujudkan sistem perencanaan pembangunan yang ideal, maka dibutuhkan apa yang disebut dengan tahapan-tahapan, sebagaimana sudah terdefinisikan di dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem PerencanaanPembangunan Nasional (SPPN) disebutkan bahwa tahapan tersebut meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksana rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Perencanaan pembangunan daerah seharusnya mencerminkan kebutuhan realitas suatu daerah, sebagaimana dinyatakan Kuncoro (2012), bahwa perencanaan pembangunan daerah tidak hanya perencanaan dari suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah. Perencanaan pembangunan daerah berfungsi sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut. Sehingga menjadi penting dalam proses penyusunannya harus bersifat aspiratif dan menggunakan pendekatan perencanaan yang tepat.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dalam mengejawantahkan pembangunan tentu melalui beberapa proses perencanaan pembangunan, mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) sampai pada Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), hal tersebut adalah merupakan tata urutan hierarki yang bersifat bottom up-top down. Sebagaimana telah disebutkan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No.54 Tahun 2010. Pada umumnya perencanaan pembangunan daerah di Indonesia mengenal empat pendekatan, sebagaimana juga disebutkan di dalam PERMENDAGRI No.54 Tahun 2010 Pasal 6, diantaranya adalah teknokratis, partisipatif, politis dan top down-bottom up.
Perencanaan penataan dan pembangunan suatu wilayah kota tidak pernah terlepas dari Peraturan Daerah yang akan memberikan pedoman dan batasan yang jelas serta arah terhadap pembangunan tersebut. Dan peraturan tersebutlah yang akan menentukan hasil akhir (keberhasilan atau kegagalan) dari perencanaan hingga pembangunan wilayah tersebut selesai. Perencanaan pembangunan dan penataan suatu wilayah tidak berlandasakan pada Peraturan Daerah saja namun,berpedoman pula pada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Instruksi Menteri Dalam Negeri.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah rangkaian dari cara / kegiatan pelaksanaan penelitian dan didasari oleh pandangan filosofis, asumsi dasar, dan ideologis serta pertanyaan dan isu yang dihadapi. Sebuah penelitian memiliki rancangan penelitian tertentu. Rancangan ini menjelaskan prosedur / langkah-langkah yang harus dijalani, waktu penelitian, kondisi data dikumpulkan, sumber data serta dengan cara apa data tersebut dibuat dan diolah.
Tujuan dari rancangan ini adalah menggunakan metode penelitian yang baik dan tepat, dirancang kegiatan yang bisa memberikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam  penelitian. Penelitian deskriptif merupakan sebuah metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada, dan yang sedang berlangsung saat ini maupun yang lampau. Penelitian deskriptif, tidak hanya dapat menjelaskan suatu kondisi saja, namun dapat juga menjelaskan keadaan dan dalam langkah-langkah perkembangannya. Penelitian yang demikian disebut dengan penelitian perkembangan ( developmental studies ). Ada 2 sifat di dalam penelitian perkembangan yakni longitudinal / sepanjang waktu dan cross sectional / dalam potongan waktu. Penelitian juga menggunakan metode Observasi Lansung yaitu membandingkan rancangan tata ruang kota dengan kondisi yang ada sekarang.
Selain itu metode penelitian ini dilakukan pula dengan cara metode eksplorasi data menggunakan studi literature dan dokumentasi. Metode eksplorasi data menggunakan studi literature didasarkan pada jurnal – jurnal perencanaan penataan wilayah, skripsi dan disertasi serta data peraturan daerah Kota Malang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembangunan wilayah Kota Malang pada selama sepuluh tahun dimulai tahun 2001 – 2011 berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001. Dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan dan disampaikan secara rinci tentang asaz dan tujuan perencanaan tata wilayah Kota Malang. Seperti yang tertera pada Pasal 15 Rencana pemantapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a di Kota Malang terbagi menjadi : Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan dan Kawasan Lindung Setempat. Perencanaan tata Wilayah Kota Malang telah memperhatikan unsur fisik dan non fisik secara keseluruhan. Tidak dapat dipungkiri dalamsebuah pembangunan Wilayah Kota harus memperhatikan unsur-unsur yang terkandung didalamnya, baik itu unsur non - fisik yang terdiri dari manusia, hewan, dan tumbuhan serta unsur fisik yaitu air, tanah, udara, dan topografi. Tidak hanya itu namun, segala bidang dalam kehidupan juga harus dijadikan bahan pertimbangan seperti sosial – budaya, pendidikan, ekonomi, politik, pariwisata dan sejarahnya.
Keberhasilan suatu pembangunan tidak akan terlepas dari ketaatan dan kebijakan terhadap pemenuhan peraturan yang telah dibuat dan ditetapkan. Dalam perencanaan tata wilayah Kota Malang Tahun 2001 – 2011, pemerintah secara efektif memperhatikan potensi fisik dan non-fisik yang ada. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terjaganya kualitas dan kuantitas air minum yang ada di Kota Malang dan air tersebut masih layak untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup dari air minum hingga untuk pengairan sawah dan ladang atau tegalan. Walaupun pembangunan industry telah dilakukan namun, jarang ditemukan kecurangan atau perusakan lingkungan air sungai.
Dalam bidang kehidupan Tata Wilayah juga berdampak terhadap pembentukan karakteristik sosial-budaya masyarakat. Pengelompokan pemukiman berdasarkan etnis tertentu telah menciptakan karakteristik wilayah yang berbeda antar kecamatan, bahkan hal tersebut tampak antar kelurahan. Sehingga, dalam analisis wilayah dapat dibedakan masing-masing wilayah secara jelas. Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan masyarakat yang tinggal di pemukiman utama yaitu Perumahan Ijen identic dengan masyarakat sosial ekonomi kelas tinggi. Dimana pelayanan yang didapatkan lebih mudah terpenuhi dan cenderung lebih diperhatikan keberadaannya daripada wilayah lainnya.
Ekonomi masyarakat saat itu mulai berkembang, pegawai PNS dan Swasta, wirausaha, petani, pedagang, bahkan layanan di bidang jasa dan industry. Perkembangan ekonomi masyarakat tidak kompleks dan padat. Bila menyusuri Kota Malang dapat dilihat banyak masyarakat yang mulai membuka usaha di bidang jasa. Kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan baik dan selaras. Biasanya kegiatan ekonomi dapat ditemukan di pusat keramaian seperti terminal, stasiun, pasar tradisional, alun-alun dan pusat Kota. Penataan wilayah seperti ini memberikan sensasi tersendiri bagi masyarakat Kota Malang dan menciptakan keteraturan kegiatan ekonomi. Sehingga, hal ini memicu terkelolanya pariwisata yang baik dan masih alami.
Tata wilayah juga mengatur ketersediaan terhadap pelayanan sarana dan prasarana umum seperti sekolah, rumah sakit, PLN, TELKOM, dan sarana lainnya. Layanan umum ini dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat tanpa ada pembatas secara hierarki, yang maksudnya dapat diakses oleh semua orang. Transportasi yang tersedia juga memperhatikan kelayakan dan kenyaman penumpangnya.
Pembangunan dan perencanaan tata Wilayah Kota Malang saat itu berjalan dengan baik walaupun tidak sepenuhnya memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Namun, pemerintah telah mengupayakan terhadap peningkatan kualitas dan mengekplorasi potensi fisik dan non fisik yang ada demi kesejahteraan dan ketercapaian Peraturan Daerah yang telah ditetapkan tersebut.

KESIMPULAN
Upaya penataan ruang wilayah Kota Malang telah dilakukan secara efektif terhadap pengeksporasian potensi yang ada. Walaupun permasalahan yang muncul terkadang bersinggungan dengan pembangunan yang berdampak buruk pada lingkungan namun, usaha yang telah dilakukanberdasarkan pedoman Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 tersebut mampu memberikan sensasi tersendiri bagi masyarakat sekitar dan pendatang. Keberhasilan pembangunan tersebut tidak secara langsung dapat dirasakan, namun dapat dilihat perkembangannya secara perlahan dengan adanya lahan terbuka hijau dan keteraturan kehidupan bersama dalam segala bidang.

DAFTAR REFERENSI
-          Kismo,Gelanggoro. Penyalahgunaan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Pada Malang TownSquare.(Online). Diakses pada Hari Sabtu, tanggal 7 Februari 2015  (https://www.academia.edu/8679399/PENGALIHAN_FUNGSI_RUANG_TERBUKA_HIJAU)
-          Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2001 – 2011 (Online)
-          Silver, Christopher.  Spatial Planning for Sustainable Development: An Action Planning Approach for Jakarta (Online). Diakses pada Hari Sabtu, tanggal 7 Februari 2015  (http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/?page_id=1904)
-          Saraswati.  Kearifan Budaya Lokal Dalam Persfektif  Teori Perencanaan (Jurnal Online)
-          Mulyadi, Asep. Sebuah Pemahaman Tentang Wilayah (Jurnal Online)
-          Arief, Lukman. Perencanaan Pembangunan Di Kabupaten Bojonegoro (Studi Tentang Perencanaan RTRK di Kecamatan Kota Bojonegoro) (Jurnal Online)
-          Dewi. Upaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang Dalam Penataan Permukiman Di Daerah Sempadan Sungai (Studi Implementasi Pasal 48 Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 ) (Jurnal Online)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIGITASI ON SCREEN

Penentuan Kandungan CL (Klorida) dalam Air

PENGAMBILAN SAMPEL TANAH