PEMUKIMAN KUMUH DI KOTA MALANG SEBAGAI DAMPAK INTERAKSI ANTARA DESA DAN KOTA

  BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latarbelakang
             Permasalahan perkotaan dewasa ini semakin hangat dibicarakan karena keterkaitannya dengan hampir segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan kegiatan suatu kota sering menjadi tumpuan harapan masyarakat sehingga mereka berduyun-duyun berebut kesempatan untuk bisa memperoleh penghidupan di kota tersebut.
            Kepesatan perkembangan suatu kota ternyata juga membawa dampak sosial akibat tingginya iklim kompetitif dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat cenderung terbagi menjadi 2 segmen, yaitu (1) kelompok masyarakat yang menang dan berhasil dalam iklim kompetisi ini dan (2) kelompok masyarakat yang kalah dan tersingkir. Dampak sosial lain yang sangat terasa akibat iklim ini adalah pada perilaku masyarakat pada masing-masing segmen atau antarsegmen tersebut yang cenderung individualis. Perwujudan perilaku individualis ini bisa mencakup 2 aspek, yaitu aspek fisik dan aspek sikap/tingkah laku masyarakat yang selalu tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari
            Dari kajian dalam tulisan ini bisa disimpulkan bahwa perilaku individualis merupakan ciri utama pada sifat kehidupan perkotaan. Hal tersebut merupakan permasalahan yang tidak bisa dihilangkan karena timbul dan iklim kompetitif yang ada. Kondisi tersebut perlu dikendalikan supaya tidak sampai menimbulkan konflik antar individu atau antar kelompok masyarakat penghuni kota. Salah satu alat pengendali kondisi tersebut adalah perlunya upaya pendidikan sosial bagi para penghuni atau calon penghuni lingkungan kota, sehingga dapat tercipta hubungan yang saling membutuhkan di antara individu maupun kelompok yang ada.

1.2        Rumusan Masalah
1.2.1     Bagaimana pengertian dari masyarakat ?
1.2.2     Bagaimana pengertian dari Masyarakat Pedesaan ?
1.2.3     Bagaimana pengertian dari Masyarakat Perkotaan ?
1.2.4     Bagaimana Teori Struktur Ruang Kota ?
1.2.5     Bagaimana Perbedaan Antara Desa Dan Kota ?
1.2.6     Bagaimana Hubungan Antara Desa dengan Kota ?
1.2.7     Bagaimana Dampak Interaksi Desa dengan Kota ?

1.3       Tujuan Penulisan
1.3.1    Mengetahui Definisi Masyarakat.
1.3.2    Mengetahui  pengertian Masyarakat Pedesaan.
1.3.3    Mengetahui  pengertian Masyarakat Perkotaan.
1.3.4    Mengetahui Teori Struktur Ruang Kota.
1.3.5    Mengetahui Perbedaan Antara Desa Dan Kota.
1.3.6    Mengetahui Hubungan Antara Desa dengan Kota.
1.3.7    Mengetahui Dampak Interaksi Desa dengan Kota.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1        Definisi Masyarakat
             Dalam Bahasa Inggris disebut  Society, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran  hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur – unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.

2.2        Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
2.2.1     Pengertian desa/pedesaan menurut para ahli:
             a. Sutardjo KartodikusumaDesa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat                     tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.
             b. BintaroDesa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi,                     politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan                     pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
             c. Paul H. LandisDesa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa, yang memiliki                     ciri-ciri:
                 1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa;
                 2. Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan:
                 3. Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat                                 dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan                             pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan                    
             d. UU Nomor 32 Tahun 2004Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang                         memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus                                 kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat                             setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan                  Republik Indonesia.
              Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan Bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
              Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern.

2.2.2 Ciri-ciri Masyarakat Desa
              Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
            a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan                 kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan  tolong menolong,                               menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain  dan menolongnya                    tanpa pamrih.
            b. Orientasi kolektif  sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka                    mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang                    yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman                            persamaan.
            c. Partikularisme  pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan                 keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,                    perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok                            tertentu saja.
            d. Askripsi  yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh                    berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan                    yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.
            e. Kekabaran yaitu sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi                 tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa                 tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.

2.3 Masyarakat Perkotaan
2.3.1 Pengertian Kota menurut beberapa ahli :
a.       Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
b.      Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
c.       Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
2.3.2 Ciri-ciri Masyarakat Kota menurut teori Talcott Parsons yaitu :
a.       Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
 b.      Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya di kota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c.       Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d.      Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima  berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e.       Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

2.4   Teori Struktur Ruang Kota
2.4.1 Teori Konsentris (Burgess, 1925)
Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
a.       Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran dan sebagainya.
b.      Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
c.       Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
d.      Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
e.       Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif
f.       Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
2.4.2        Teori Sektoral (Hoyt, 1939)
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
a.       Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
b.      Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
c.       Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
d.      Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
e.       Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
2.4.3        Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
a.       Pusat kota atau Central Business District (CBD).
b.      Kawasan niaga dan industri ringan.
c.       Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
d.      Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
e.       Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
f.       Pusat industri berat.
g.      Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
h.      Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
i.        Upakota (sub-urban) kawasan industri
2.4.4        Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
2.4.5        Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
2.4.6        Teori Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
2.4.7        Teori Poros (Babcock, 1960)
Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.
2.5  Perbedaan Antara Desa Dan Kota
Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:  
a.      Masyarakat Pedesaan
a.      Masyarakat Kota
b.      Perilaku homogen
c.       Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
d.      Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
e.       Isolasi sosial, sehingga statik
f.       Kesatuan dan keutuhan kultural
g.      Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
h.      Kolektivisme
b.      Perilaku heterogen
c.       Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
d.      Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
e.       Mobilitas sosial, sehingga dinamik
f.       Kebauran dan diversifikasi kultural
g.      Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular                                    Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994).
Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
2.6 Hubungan Antara Desa dengan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
a.       Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti:
1.    Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
2.    Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
3.    Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi;
4.    ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.

2.7 Dampak Interaksi Desa dengan Kota
            Dampak Interaksi bagi Desa
No.
Dampak Positif
Damoak Negatif
1
Pengetahuan penduduk meningkat karena semakin lengkapnya fasilitas pembelajaran.
Semakin tingginya tingkat konsumsi masyarakat desa karena mulai masuknya televise.
2
Angka buta huruf mengalami penurunan.
Semakin berkurangnya pemuda di desa karena banyak yang pindah ke kota.
3
Aksesbilitas ke desa dapat dijangkau karena adanya perluasan jalan.
Modernisasi telah melunturkan budaya desa seperti, lunturnya sikap saling gotong royong.
4
Produktivitas hasil panen meningkat karena masuknya teknologi tepat guna.
Rusaknya lahan akibat penggunaan bahan kimiawi seperti pestisida yang terlalu banyak.
5
Meningkatnya kegiatan wiraswasta yang menghasilkan produk berkualitas.
Semakin banyaknya lahan pertanian yang berubah menjadi perumahan elite.
6
Koprasi dan organisasi social berkembang di desa yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
7
Mengetahui tata guna lahan, sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian.


Dampak Interaksi bagi Kota
No.
Dampak positif
Dampak negatif
1
Tercukupinya sebagian kebutuhan masyarakat perkotaan.
Jumlah penduduk yang tinggi akibat urbanisasi menyebabkan timbulnya masalah social seperti pemukiman kumuh.
2
Jumlah tenaga yang ada di kota mengalami peningkatan.
Pesaingan ketat antara penduduk berpendapatan rendah hingga tinggi. Mereka yang berpendapatan rendah kurang mampu bersaing dalam kota. Sehingga menyebabkan semakin tingginya kriminalitas.
3
Produk di kota bisa dipasarkan ke wilayah pedesaan.
Nilai lahan di perkotaan menjadi lebih mahal, karena semakin banyaknya urban dan degradasi nilai guna lahan

Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a). Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ). Sebab-sebab Urbanisasi :
·         Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
·         Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
·         Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
a.       Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b.      Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.       Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.      Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e.       Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
·         Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a.       Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.      Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c.       Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d.      Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e.       Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).

BAB III
PEMBAHASAN
            Dari teori dasar yang telah dijelaskan, penulis mengambil salah satu dampak negative bagi kota akibat adanya interaksi antara desa dengan kota. Banyak dampak negative yang timbul akibat sebuah interaksi, namun dari berbagai dampak yang ditimbulkan, ada salah satu hal yang paling menonjol. Yaitu semakin banyaknya pemukiman kumuh yang berdiri di sepanjang sungai dan rel kereta api. Hal ini memang benar adanya.
Tumbuhnya pemukiman kumuh di sepanjang jalur kereta api dan bantaran sungai ini terjadi karena banyaknya urban yang pindah ke kota tanpa didasari oleh kemampuan untuk bersaing atau kemampuan hidup layak di wilayah kota. Mereka hanya memikirkan untuk pindah ke kota saja tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.
            Sebagai contoh, di Kota Malang banyak ditemukan pemukiman kumuh di sekitar bantaran Sungai Brantas. Seperti gambar dibawah ini.
Pemukiman kumuh yang berdiri di sepanjang sungai Brantas ini telah ada dan terus bertambah sejak 15 tahun yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari bentuk fisik sungai yang terus mengalami penyempitan. Seperti yang dijelaskan pada teori struktur ruang kota, pemukiman kumuh selalu berada di titik pusat sebuah kota. Disebabkan karena tempat tinggal mereka dekat dengan pekerjaan. Dari hasil observasi di sekitar bantaran sungai Brantas, penulis mendapatkan informasi mengenai :
a.       Pendidikan
Masyarakat yang tinggal dan menetap di sekitar bantaran sungai pada umumnya mereka lulusan SD – SMP. Mereka melakukan urbanisasi ke Kota Malang karena alasan pekerjaan, dimana mereka berfikir bekerja di malang akan mendapatkan pekerjaan yang baik. Namun, kenyataannya berbeda, dengan hanya lulusan SD-SMP mereka tidak mampu bersaing dengan pendatang lainnya yang pendidikannya lebih tinggi.
b.      Ekonomi
Akibat dari tingkat pendidikan yang rendah maka, sebagian besar penduduk di sekitar bantaran sungai dan rel kereta api di Kota Malang bekerja sebagai buruh kasar, pemulung, pedagang kecil, dan ada juga yang pengangguran. Tingakt ekonomi yang rendah semakin medukung para urban memenuhi lahan di sekitar sungai dan rel kereta api. Penghasilan mereka sangat rendah sehingga, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya mengalami kesulitan. Tingkat kriminalitas yang ada juga cukup tinggi karena keperluan hidup yang semakin tinggi.
c.       Kepedulian Lingkungan
Apabila suatu masyarakat yang hidup di sekitar wilayah mempunyai tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah, maka dapat dipastikan bahwa kepedulian terhadap kelestarian lingkungannya sangat rendah. Hal itu terbukti dengan semakin banyaknya sampah yang tertumpuk di tepi tepi sungai.
Kepedulian terhadap lingkungan sangat rendah karena mereka hanya berfikir pendek dan tidak memikirkan resiko yang akan terjadi kedepannya. Padahal di sekitar bantaran sungai brantas sering terjadi banjir yang menghanyutkan rumah warga.
d.      Social-Budaya
Social-budaya yang ada sebagian besar masih membawa karakteristik dari masing-masing daerah masyarakat setempat. Sebagian besar, warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai dan rel kereta api adalah orang malang asli dan pendatang dari pedesaan yang berada di wilayah kabupaten Malang. Mereka masih menjunjung nilai kebudayaan seperti gotong royong bersih kampong.

Terkadang interaksi antara desa dengan kota tidak selalu berdampak positif terhadap perkembangannya. Namun, juga tidak semuanya memberikan dampak negatif. Terkdang nteraksi desa dan kota harus ada pembatasan tertentu agar tidak menimbulkan masalah yang signifikan yang terlalu sulit untuk diatasi.
Pemukiman kuuh di Kota Malang telah ada belasan tahun yang lalu, dimana kebijakan pemerintah kota malang sendiri belum ada yang mampu mengatasi. Bukannya semakin berkurang jumlah pemukiman kumuh tapi semakin banyak dan menyebabkan masalah sosial lainnya.
Tingkat kriminalitas di kota malang semakin hari semain meningkat, hal ini dipengaruhi oleh jumlah urban yang tidak mampu bersaing secara sehat terlalu banyak. Dimana kebutuhan hidup semakin lama semakin bertambah. Didukung pula dengan tingkat pendidikan yang rendah. Maka jelas sudah kriminalitas semakin tinggi.
Untuk menanggulangi masalah sosial yang semakin bertambah diperlukan kebijakan untuk mengurang jumlah atau tingkat urbanisasi yang ada di kota malang. Peningkatan kualitas pendidikan demi terjaganya kualitas sumber daya yang ada di lingkungan sekitar sepert air yang ada di aliran sungai Brantas.
Perlu pula dilakukan pembukaan lapangan pekerjaan bagi mereka yang menganggur, agar tidak terjadi tindakan kriminal. Pemerintah juga harus mengupayakan bahwa mereka yang melakukan perpindahan dan menetap di Kota Malang benar-benar dalam keadaan bekerja atau belajar, khususnya bagi mahasiswa.

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Interaksi antara desa dan kota tidak selamanya memberikan keuntungan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Namun, bisa interaksi tersebut tidak dikelola dengan sebuah kebijakan maka akan menimbulkan masalah-masalah social.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIGITASI ON SCREEN

Penentuan Kandungan CL (Klorida) dalam Air

PENGAMBILAN SAMPEL TANAH