Pertanian Negara Jepang
A. LATAR BELAKANG
Jepang adalah sebuah
negara kepulauan yang terdiri dari 4 pulau besar dan ribuan pulau kecil yang letaknya berada di sebelah timur benua Asia. Negara Jepang memiliki bentuk geografis memanjang dari
utara ke selatan sekitar 3.800 km dengan luasnya mencapai 370.000 km2. Empat pulau besar tersebut yaitu Hokkaido,
Honshu, Shikoku dan Kyushu. Kepulauan Jepang 75% wilayahnya terdiri dari
pegunungan dan 25% terdiri dari daratan. Pegunungan Jepang memanjang di seluruh
kepulauannya, berupa bukit-bukit yang tertutup hutan dan di antaranya ada
lembah-lembah sempit yang dapat digunakan untuk pertanian. Porsi lahan
pertanian Jepang hanya 25% dari total wilayahnya yang sebagian besar berupa
pegunungan dan hanya 12% dari luas daratan di Jepang yang bisa dipergunakan
untuk pertanian (2013, Wikipedia).
Jepang merupakan salah satu dari negara maju yang mampu
mencukupi kebutuhan pangan negaranya tanpa harus mengimpor dari negara lain, walaupun Jepang bukan termasuk dalam negara agraria. Lahan pertanian di Jepang mencakup 12% luas negara. Perkembangan pertanian yang maju dan modern ini diatur melalui kebijakan politik
pemerintah jepang yang berorientasi pada masalah pangan. Kebijakan pemerintahan Jepang harus mampu
membuktikan keberhasilannya dalam ketahanan pangan. Lahan pertanian yang
terbatas tidak membuat Negara Jepang berputus asa. Penggunaan
lahan terbatas dilakukan semaksimal mungkin dengan memanfaatkan kesuburan tanah yang kaya akan abu vulkanis. Selain bertumpu pada kesuburan tanah, pertanian modern Jepang didukung oleh teknologi yang maju, sehingga mampu menghasilkan berbagai produk pertanian yang berkualitas.
Sempitnya wilayah pertanian yang dimiliki, memacu semangat Negeri Matahari Terbit ini untuk konsisten dalam memberikan kontribusi yang besar
terhadap perekonomian negara. Produktifitas lahan pertanian tetap maksimal, meskipun tanahnya tidak terlalu subur. Pemanfaatan air hujan yang berlimpah, kerja
keras yang tak terbatas dan penggunaan teknologi pertanian merupakan faktor pendukung dalam tercapainya pertanian yang modern. Selain itu, masyarakat Negara Jepang memiliki pola pikir yang maju dan selalu berkreasi untuk berinovasi dalam mencipatakan sesuatu yang baru ini dilatarbelakangi oleh minimnya sumber daya alam.
B. SEJARAH PERTANIAN JEPANG
Sejarah Jepang dimulai dari periode zaman yang di tandai oleh
pembuatan pot dan kuali serta dilanjutkan oleh periode tahun 300 SM yang di
tandai dengan adanya lompatan budaya yang memperkenalkan sistem pertanian dan
peralatan pertanian dari logam. Pertanian, terutama penanaman padi dan teknik
pengolahan logam, masuk dari daratan China sekitar 300 SM yang dibawa oleh
bangsa Kan (pendatang dari Tairiku). Bangsa Kan membawa kebudayaan pertanian ke
Jepang dan mereka datang dalam jumlah yang sangat besar sehingga cukup
mendominasi bangsa yang sudah duluan ada di Jepang waktu itu (Mongoloid,
Melayupolinesia, Ainu).Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa nenekmoyang
bangsa Jepang merupakan perpaduan antara pendatang dari Tairiku (Kan) dan
bangsa yang sudah duluan berada di Jepang Ienaga. (2009, Kitazima dalam Situmorang).
Berdasarkan peninggalan–peninggalan benda purbakala periode tahun
300 SM – 300 M disebut dengan Periode Yayoi. Hal ini dikarenakan peninggalan
benda purbakala ini pertama kali ditemukan di Yayoicho ( 弥生町)- Tokyo sekarang dan situs peninggalan sejarah
tersebut dinamakan Yayoishikidoki Toyoda dalam Situmorang (2009). Pada
zaman Yayoi masyarakat sudah tinggal di dataran rendah karena mereka sudah
mengolah sawah, serta ditemukan juga bekas rumah takayukashiki (rumah
panggung). Rumah panggung dibuat sesuai dengan kebutuhan hidup untuk dapat
menyimpan padi dalam waktu yang cukup lama.Dengan dikenalnya kebudayaan
pertanian pada zaman ini, mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola-pola
kehidupan di dalam masyarakatnya.
Pada masyarakat berburu
seperti pada zaman Jomon, masyarakat tidak dapat hidup berkelompok terlalu
besar karena akan mengalami kesulitan dalam memenuhi nafkah. Hal ini sangat
berbeda dengan masyarakat petani, yang membutuhkan jumlah orang yang banyak
untuk memenuhi tenaga kerja.Karena pertanian dapat menjamin pendapatan yang
tetap, sehingga memungkinkan masyarakatnya untuk tinggal bersama dalam jumlah
yang lebih besar daripada masyarakat berburu. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan lahirnya suatu sistem strata sosial yang tidak dikenal di dalam
masyarakat berburu (Jomon). Perkembangan ini melahirkan adanya orang kaya dan
orang miskin, orang yang berkuasa dan orang yang tidak berkuasa. Kemudian
melahirkan adanya status Tuan atau Raja dan di pihak lain melahirkan status
pekerja/budak. Oleh sebab itu pada zaman Yayoi ini dikenal sebagai zaman awal
lahirnya masyarakat petani dan lahirnya sistem strata sosial di Jepang.
C. KONDISI PERTANIAN DI JEPANG
Porsi lahan pertanian Jepang hanya 25%
dari total wilayahnya yang sebagian besar berupa pegunungan. Namun jumlah yang
kecil tersebut mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian
Jepang. Dilatar belakangi dengan sumberdaya alam yang miskin, Jepang menjadi
bangsa yang berpola fikir untuk selalu “berkreasi dan menciptakan” di segala
bidang termasuk bidang pertaniannya. Pasca kekalahan perang pada Perang Dunia
II, Jepang mulai beralih pada pembangunan ekonomi dengan Pertanian sebagai
prioritas utama saat itu.
Kebijakan Pembangunan pertanian yang
diambil telah diperhitungkan memiliki efek jangka panjang untuk keberlangsungan
pertanian itu sendiri. Selain itu beberapa kebijakan saling mendukung untuk
memunculkan impact yang besar. Salah satu kebijakan yang diambil dan manfaatnya
dirasakan sampai saat ini adalah Peraturan Nasional tentang Konsolidasi
(Penyatuan) Lahan tahun 1961. Kebijakan ini diambil karena kepemilikan lahan
pertanian saat itu terpecah-pecah dan luasannya kecil sehingga tidak efektif.
Kebijakan konsolidasi lahan tersebut berlaku secara nasional dan wajib bagi
seluruh petani di Jepang.
Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah Nasional dan Pemerintah Lokal
juga memprioritaskan pembangunan infrastruktur sekitar kawasan pertanian
seperti jalan usaha tani, saluran air, dll. Tidak heran bila saat ini
kepemilikan lahan pertanian berkisar antara 10 – 30 hektar/KK dan berada
sekitar jalan raya (yang notabene merupakan jalan usaha tani). Dengan luas
kepemilikan lahan yang besar dan terpusat pada satu lokasi, membuat
produktivitas pertanian Jepang sangat tinggi. Hal ini sangat besar manfaatnya
terutama karena pertanian hanya bisa dilakukan satu musim (Jepang memiliki 4
musim) yaitu pada musim panas. Produktivitas ang tinggi akan menutupi masa
tidak produktif pada musim Dingin dan gugur.
Pertanian di negara ini
sangat diatur secara detail, dikerjakan secara serius, mengutamakan teknologi
namun tetap ramah lingkungan. Dengan keunikan pengelolaannya itu, Badan
Pertaniannya PBB (FAO) menjadikan daerah pertaniaan di Jepang masuk dalam daftar
Warisan Penting Sistem Pertaniaan Global (GIAHS), dengan lahan 25% saja
masyarakat di Jepang mampu memanfaatkan secara optimal dan lahan tersebut untuk
lahan pertanian mereka.
D. SISTEM PERTANIAN DI JEPANG
System pertanian di
jepang dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1. Sistem
Pertanian Tradisional
Petani Jepang sebelum
perang sangat bergantung pada tenaga kerja manusia dan ternak, sedangkan mesin
pertanian masih sangat sedikit jumlahnya.Pertanian yang dilaksanakan di Jepang
sampai dengan masa Tokugawa adalah pertanian tradisional dengan produksi minim.
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi sama banyaknya dan
hanya satu atau dua macam tanaman saja yang merupakan sumber pokok bahan
makanan. Produksi dan produkivitas rendah karena hanya menggunakan peralatan
yang sangat sederhana atau tradisional.
Penggunaan modal sangat sedikit sekali,
sedangkan tanah dan tenaga kerja manusia merupakan faktor produksi yang dominan. Beban
pajak yang tinggi serta ketatnya hidup hemat yang di lakukan oleh petani Jepang
sebelum perang adalah alasan mereka untuk enggan mengadopsi teknologi
mekanisasi di bidang pertanian. Dalam keadaan yang demikian, kekuatan motivasi
utama dalam kehidupan para petani ini bukanlah meningkatkan penghasilan, tetapi
sekedar untuk mempertahankan kehidupan keluarganya saja. Satu-satunya jalan
untuk memperbaiki tingkat hidupnya adalah dengan cara bekerja keras,
meningkatkan pemakaian pupuk, serta memperbaiki pembibitan tanaman yang bukan
melalui sistem teknologi mekanisasi.
Pada akhir 1920-an beberapa
lahan pertanian pun telah mendapatkan mekanisasi, yang hanya terbatas dengan
menggunakan mesin-mesin pemipil padi bertenaga kecil. Proses lainnya kecuali
yang dapat dilakukan dengan bantuan kuda atau keledai, masih terbatas pada cara
produksi yang dilakukan dengan tangan. Sehingga pada masa sebelum perang
pertanian di nilai belum mampu keluar dari tahap perkembangan teknologi
mekanisasi tersebut.
2. System
Pertanian Modern
Di Jepang, sistem pertanian urban sudah
berkembang sejak lama. Raquel Moreno-Peñaranda dalam artikelnya yang
berjudul Japan’s urban agriculture: cultivating sustainability and
well-being yang diterbitkan di situs Universitas PBB
menyatakan, sistem pertanian urban di Jepang kini bahkan menjadi andalan
untuk memasok produk-produk pertanian yang segar, sehat dan cepat.Sepertiga
pasokan produk-produk pertanian di Jepang berasal dari lahan-lahan pertanian di
perkotaan. Jumlah petani di perkotaan kini bahkan mencapai seperempat dari
jumlah petani yang ada di Jepang.
Pertanian urban di Jepang juga lebih
produktif dibanding dengan pertanian di wilayah-wilayah lain. Menurut data
Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang (MAFF), pada 2010,
produktifitas rata-rata lahan pertanian urban 3% lebih tinggi dibanding lahan
pertanian nasional.Dari sisi pendapatan per pertani, pertanian urban juga dua
kali lebih menguntungkan dibanding pertanian di dataran tinggi dan 10% lebih
menguntungkan dibanding pertanian di pedesaan. Pertanian perkotaan menjadi tren
di Ibu Kota Jepang, Tokyo, salah satu kota paling besar dan paling padat di
dunia.Di antara jaringan rel kereta api, jalan-jalan, gedung-gedung dan
jaringan listrik Tokyo, pertanian urban tumbuh dan mampu memasok makanan segar
dan sehat bagi 700.000 penduduknya.
Pemerintah Jepang sangat menyadari
manfaat pertanian urban ini bagi kehidupan sosial dan kelestarian lingkungan,
sehingga mereka bersungguh-sungguh mengembangkannya. MAFF mengidentifikasi dan
menetapkan lima manfaat pertanian urban sebagai berikut:
a. Pertanian
urban adalah sumber makanan segar dan sehat, termasuk makanan organik dan
rendah kimia, yang kini banyak diminati oleh masyarakat. Produk-produk ini bisa
ditanam dan dikonsumsi di perkotaan hasil kerjasama antara petani dan penduduk
kota.
b. Pertanian urban memberikan
kesempatan bagi penduduk kota untuk terlibat dalam aktivitas pertanian baik
secara langsung (melalui aktifitas berkebun) dan melalui aktifitas jual beli
antara konsumen dan petani di gerai-gerai produk pertanian lokal.
c. Pertanian urban bisa menjadi
ruang terbuka, tempat mengungsi, jika terjadi bencana seperti gempa, kebakaran
dan bencana alam lainnya.
d. Lahan pertanian urban juga bisa
menjadi tempat rekreasi dan ruang terbuka hijau yang bisa meningkatkan kualitas
hidup dan spiritual keluarga.
e. Pertanian urban bisa menjadi
sarana pendidikan untuk meningkatkan pemahaman atas isu-isu lingkungan,
pertanian dan pangan.
Selain
kelima fungsi utama di atas, pertanian urban juga bisa menciptakan kota yang
ramah lingkungan. Lahan pertanian urban bisa menambah luas lahan resapan air
hujan (storm water) serta mendinginkan udara di perkotaan.Pertanian
urban juga bisa memperkaya keanekaragaman hayati dengan memberikan ruang bagi
berkembangnya habitat lokal seperti serangga, burung dan lebah.Jarak yang harus
ditempuh bahan makanan untuk sampai ke tangan konsumen juga lebih pendek,
sehingga menekan polusi dan membantu mencegah pemanasan global. Dengan mendesain
lingkungan kota sedemikian rupa sehingga bisa mendukung sistem pertanian di
perkotaan, petani tidak perlu mengemas produk mereka secara berlebihan dan
mengirim produk mereka ke lokasi yang jauh untuk menemukan pasar.
Pertanian
di Jepang tergolong maju dan menerapkan intensifikasi pertanian, sehingga
walaupun luas wilayah Jepang yang dijadikan lahan pertanian kurang dari 15 %
Jepang dapat berswasembada memenuhi kebutuhan domestiknya.Pertanian di Jepang
kebanyakan menggunakan sistem hidroponik, aeroponik, pupuk hijau/kompos, mesin
panen dan mesin-mesin pembajak yang modern. 2011 lalu, Jepang berhasil
berswasembada atas komoditas beras, kedelai, kacang tanah, rumput laut, teh,
tomat, sayuran, kubis, pir, jeruk, aprikot, lobak, jagung, kentang, ketan, gandum,
bunga dan wasabi.
Hasil
pertanian Jepang berupa padi, kentang, jagung, gandum, kacang, kedelai, dan
teh. Hasil peternakan berupa babi, ayam, telur, sapi dan susu. Sayur-sayuran
berupa lobak, kubis, ketimun, tomat, wortel, bayam, dan selada.Sedangkan
buah-buahan yang banyak ditanam adalah apel dan jeruk.Apel merupakan produk
unggulan Tohoku dan Hokkaido.Buah pir merupakan produk pertanian unggulan
Prefektur Tottori. Perkebunan jeruk berada di Shikoku, Shizuoka, dan Kyushu.
Tanaman pir dan jeruk dibawa masuk ke Jepang oleh pedagang Belanda di Nagasaki
pada akhir abad ke-18.
Padi
adalah tanaman pangan yang sangat diproteksi pemerintah Jepang. Beras impor
dikenakan bea masuk 490% dan pembatasan kuota sebesar 7,2% dari rata-rata
konsumsi beras tahun 1968 hingga 1988. Impor di luar kuota tidak dilarang,
namun dikenakan bea masuk \341 per kilogram. Tarif bea masuk beras impor yang
sekarang (490%) diperkirakan akan naik menjadi 778% menurut perhitungan baru
yang akan diberlakukan sesuai Putaran Doha.
Walaupun
Jepang biasanya dapat melakukan swasembada beras (kecuali beras untuk membuat
senbei dan makanan olahan), Jepang harus mengimpor 50% dari kebutuhan konsumsi
serealia dan bergantung pada impor daging.Jepang mengimpor gandum, sorgum, dan
kedelai dalam jumlah besar, terutama dari Amerika Serikat.Jepang merupakan
pasar terbesar bagi ekspor pertanian Uni Eropa
Pertanian
di negara ini sangat diatur secara detail, dikerjakan secara serius,
mengutamakan teknologi namun tetap ramah lingkungan. Dengan keunikan
pengelolaannya itu, Badan Pertaniannya PBB (FAO) menjadikan daerah pertaniaan
di Jepang masuk dalam daftar Warisan Penting Sistem Pertaniaan Global
(GIAHS).dengan lahan 25% saja masyarakat di Jepang mampu memanfaatkan secara
optimal dan lahan tersebut untuk lahan pertanian mereka, di jepang sebenarnya
sebagian dari mereka mengonsumsi nasi namun karna hadirnya produk roti kini
mengalahkan nasi.salah satu alat teknologi pertanian di Jepang yaitu Mesin
Penanam dan Pemanen Padi Otomatis, Syarat Swasembada Pangan, Penanam Padi Otomatis (Rice
transplanter)
adalah mesin modern untuk menanam bibit padi dengan sistem penanaman yang
serentak. Mesin ini sudah banyak di gunakan di beberapa negara. seperti Jepang
sendiri ,China dan Taiwan.
Mesin tanam bibit padi dari Jepang, Sekarang ini, semua
jenis mesin tanam bibit padi di Jepang adalah berpenggerak sendiri (self-propulsion
type), dioperasikan dengan cara dituntun (walking type) atau
dikendarai (riding type) ( Lihat Gambar 2 sampai 4). Jenis mesin yang
dituntun umumnya memiliki alur tanam 2 hingga 6 alur, sedangkan tipe yang
dikendarai memiliki 4 hingga 12 alur tanam dalam sekali lintasan penanaman.
Jarak antar alur tanam dibuat tetap yaitu 30 cm, dan jarak antar bibit dalam
alur dapat disesuaikan antara 11 hingga 18 cm. Bibit yang umum dipergunakan
memiliki tinggi/panjang 10 hingga 30 cm, memiliki 2 hingga 5 daun. Jumlah bibit
yang ditancapkan pada setiap titik adalah 3 hingga 5 bibit.
Kecepatan penanaman adalah sekitar 200 titik (hill)
per menit per alur. Bila sebuah mesin dapat menanam dalam empat alur, dengan
jalar antar alur 40 cm dan jarak antar titik tanam 16 cm, maka akan dibutuhkan
waktu tanam selama 4 jam untuk setiap hektar. Dalam kenyataan, waktu juga
dibutuhkan untuk berbelok, menambah bibit, dll., maka waktu yang digunakan
untuk menanam adalah hanya sekitar 60 hingga 80%. Atau dengan kata lain,
kapasitas tanam menjadi 5 hingga 7 jam per ha. Kegagalan penancapan bibit (missing
hill) sekitar 1%, dalam bentuk rusak tercabik, terbenam atau mengapung.
Pembuatan bibit padi dilakukan dengan menyemaikan 200 gram
benih dalam kotak berukuran 60 x 30 x 3 cm. Benih ini disemai di dalam ruang
gelap hingga berkecambah, kemudian di berikan sinar matahari selama dua hari
hingg berwarna hijau merata. Setelah itu bibit dipelihara hingga ukuran atau
ketinggian yang diinginkan. Di pusat pembibitan padi di Jepang, bibit untuk
lahan seluas 50 samapi 200 ha (sekitar 7000 hingga 30000 kotak) dibuat dengan
seragam, dimana di dalamnya juga dilengkapi dengan proses desinfektan benih,
pencampuran pupuk, pengepakan media tanam/tanah ke kotak semai bibit, kendali
suhu, penyemprotan, dll.Diatas adalah salah satu inovasi alat teknologi
pembantu dalam bidang pertanian, tidak hanya mesin penanam padi masih banyak
lagi teknologi pertanian di jepang karena inovasinya sendiri yang mamapu
menciptakan berbagai sistem atau teknologi pertanian.
Secara umum ada dua jenis mesin tanam bibit padi, dibedakan
berdasarkan cara penyemaian dan persiapan bibit padinya. Yang pertama, yaitu
mesin yang memakai bibit yang ditanam/disemai di lahan (washed root seedling).
Mesin ini memiliki kelebihan yaitu dapat dipergunakan tanpa harus mengubah cara
persemaian bibit yang biasa dilakukan secara tradisional sebelumnya.
Namun demikian waktu yang dibutuhkan untuk mengambil bibit
cuckup lama, sehingga kapasitas kerja total mesin menjadi kecil. Yang kedua
adalah mesin tanam yang memakai bibit yang secara khusus disemai pada kotak
khusus. Mesin jenis ini mensyaratkan perubahan total dalam pembuatan
bibit. Persemaian harus dilakukan pada kotak persemaian bermedia
tanah, dan bibit dipelihara dengan penyiraman, pemupukan hingga pengaturan
suhu. Persemaian dengan cara ini, di Jepang, banyak dilakukan oleh pusat
koperasi pertanian, sehingga petani tidak perlu repot mempersiapkan bibit padi
sendiri. Penyemaian bibit dengan cara ini dapat memberikan keseragaman pada
bibit dan dapat diproduksi dalam jumlah besar. Mesin ini dapat bekerja lebih
cepat, akurat dan stabil.
Bila dilhat dari jenis sumber tenaga untuk menggerakkan
mesin, terdapat tiga jenis mesin tanam bibit yaitu alat tanam yang dioperasikan
secara manual, mesin tanam yang digerakkan oleh traktor dan mesin tanam yang
memiliki sumber tenaga atau enjin sendiri. Mesin yang diproduksi oleh IRRI atau
beberapa produksi China adalah tipe manual. Semua jenis mesin produksi Jepang
dan beberapa produksi China adalah memiliki sumber tenaga sendiri. Mesin yang
digerakkan oleh traktor, sebelumnya diproduksi di Jepang, tetapi belakangan ini
sudah jarang dipergunakan.
Jenis mesin yang
manapun dipergunakan, permukaan lahan sawah harus datar dan rata, kedalam air
harus rata, demikian juga kekerasan tanah juga harus sama, karena hal ini akan
memberikan kestabilan operasi. Jika tidak, akan banyak terjadi kegagala
penancapan bibit, sehingga akan butuh waktu yang cukup lama untuk penyulaman
secara manual.
E. TEKNOLOGI MESIN PERTANIAN JEPANG
Sekarang ini, semua jenis mesin tanam bibit padi di
Jepang adalah berpenggerak sendiri (self-propulsion type), dioperasikan
dengan cara dituntun (walking type) atau dikendarai (riding type)
( Lihat Gambar 2 sampai 4). Jenis mesin yang dituntun umumnya memiliki alur
tanam 2 hingga 6 alur, sedangkan tipe yang dikendarai memiliki 4 hingga 12 alur
tanam dalam sekali lintasan penanaman. Jarak antar alur tanam dibuat tetap
yaitu 30 cm, dan jarak antar bibit dalam alur dapat disesuaikan antara 11
hingga 18 cm. Bibit yang umum dipergunakan memiliki tinggi/panjang 10 hingga 30
cm, memiliki 2 hingga 5 daun. Jumlah bibit yang ditancapkan pada setiap titik
adalah 3 hingga 5 bibit.
Kecepatan penanaman adalah sekitar 200 titik (hill)
per menit per alur. Bila sebuah mesin dapat menanam dalam empat alur, dengan
jalar antar alur 40 cm dan jarak antar titik tanam 16 cm, maka akan dibutuhkan
waktu tanam selama 4 jam untuk setiap hektar. Dalam kenyataan, waktu juga
dibutuhkan untuk berbelok, menambah bibit, dll., maka waktu yang digunakan
untuk menanam adalah hanya sekitar 60 hingga 80%. Atau dengan kata lain,
kapasitas tanam menjadi 5 hingga 7 jam per ha. Kegagalan penancapan bibit (missing
hill) sekitar 1%, dalam bentuk rusak tercabik, terbenam atau mengapung.
Pembuatan bibit padi dilakukan dengan menyemaikan 200 gram
benih dalam kotak berukuran 60 x 30 x 3 cm. Benih ini disemai di dalam ruang
gelap hingga berkecambah, kemudian di berikan sinar matahari selama dua hari
hingg berwarna hijau merata. Setelah itu bibit dipelihara hingga ukuran atau
ketinggian yang diinginkan. Di pusat pembibitan padi di Jepang, bibit untuk
lahan seluas 50 samapi 200 ha (sekitar 7000 hingga 30000 kotak) dibuat dengan
seragam, dimana di dalamnya juga dilengkapi dengan proses desinfektan benih,
pencampuran pupuk, pengepakan media tanam/tanah ke kotak semai bibit, kendali
suhu, penyemprotan, dll.
Pemerintah Jepang
dibawah Departemen Pertanian berencana akan membangun sebuah pertanian masa
depan dimana para robot yang akan bertani disana.Proyek pertanian dengan
menggunakan robot tersebut dinamakan “Dream Project”. Pertanian disana nantinya
akan menggunakan traktor tanpa awak dan robot untuk menanam sampai
memanen.Teknologi lampu LED akan digunakan untuk menghalau hama dan lainnya
yang bisa merusak lahan pertanian sebagai ganti dari pestisida.Lahan yang akan
digarap untuk Dream Project sekitar 242 hektar dan biaya untuk pertanian modern
ini akan menghabiskan dana sekitar 4 milyar Yen (sekitar Rp. 500 milyar). Dream
Project diperkirakan selesai dalam kurun waktu 6 tahun mendatang.
F. KESEJAHTERAAN PETANI JEPANG
Bukti kesejahteraan
petani di negara Jepang, bisa dilihat pada salah satu kota yaitu Hokkaido.
Sepanjang lahan-lahan persawahan dan permukiman petani. Dimana rumah-rumah
petani tersebut terlihat asri dan boleh dibilang cukup bagus untuk ukuran rumah
di Jepang pada umumnya. Hampir di setiap rumah terlihat mobil terparkir di
halaman depan dan sebuah traktor di halaman belakang. Kondisi ini menggambarkan
tingkat kesejahteraan hidup petani di Jepang. Pemerintah Jepang memang sangat
menghargai bahkan boleh dikatakan “memanjakan” para petani. Berbagai program
dan kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk mendorong
kemajuan sektor pertanian.
Inilah beberapa
kebijakan Pemerintah Jepang di bidang pertanian. Misalnya, menetapkan harga
pokok penjualan (HPP) untuk produk pertanian. Seandainya harga pasar produk
pertanian mengalami penurunan di bawah HPP yang ditetapkan, maka pemerintah
memberi subsidi, sehingga harga tersebut setidaknya sama dengan HPP.
Sebaliknya, seandainya harga pasar mengalami kenaikan di atas HPP, maka
kelebihan harga tersebut merupakan keuntungan bagi petani. Dengan kebijakan
ini, maka para petani tidak akan mengalami kerugian karena hasil produksinya
tidak pernah berada di bawah HPP.
Kebijakan lainnya terkait
dengan mekanisasi pertanian, di mana pemerintah memberikan bantuan untuk
peralatan pertanian seperti traktor. Petani yang akan melakukan
peremajaan/penggantian traktor, dapat mengajukan pinjaman/kredit ke bank. Dari
keseluruhan jumlah kredit pembelian traktor tersebut, hanya 50% saja yang harus
dilunasi oleh petani. Sedangkan 50% lagi, termasuk bunga pinjaman, ditanggung
oleh pemerintah.
Untuk melindungi petani
dari “serangan” produk impor, pemerintah menetapkan harga jual produk impor tak
boleh lebih murah daripada produk lokal. Pengimpor boleh menjual barangnya di
bawah harga produk lokal, dengan syarat selisih harga harus disetor ke
pemerintah. Sebagai ilustrasi, seandainya importir menjual beras impor
1.000/kg, sementara harga beras lokal 1.200/kg, maka importir harus menyetor ke
pemerintah sebesar 200. Kebijakan ini sangat membantu petani, karena harga jual
produknya dapat bersaing dengan produk impor. Dengan melihat
kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang yang sangat mendukung komunitas tani
tersebut, tidaklah heran bila para petani di Jepang dapat hidup sejahtera.
Di Jepang, petani
berhasil memperoleh nilai tambah dari produk pertanian dengan baik. Oleh sebab
itu, petani jepang memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif baik. Mereka
didukung oleh sarana pertanian yang memadai dalam pengolahan lahan pertanian
serta didukung pula oleh fasilitas pengolahan hasil pertanian dengan baik pada
proses pasca panen. Mereka pun mampu menjual hasil petanian, misalnya beras,
melalui internet ke seluruh negeri. Beberapa sentra penghasil beras, yang
terkenal dengan kekhasan kualitas serta rasa berasnya, dapat menawarkan produk
melalui penjualan langsung ke seluruh negeri sakura tersebut. Demikian juga
para petani penghasil ume.
Salah satu kunci
keberhasilan tersebut terletak pada koperasi pertanian (Japan Agriculture, JA)
yang kuat. Lembaga ini mendukung petani di berbagai sisi, baik dari sisi teknis
budidaya, sisi tata kelola, akses permodalan dan bahkan sampai dengan kebijakan
sektor pertanian yang lebih berpihak kepada petani. Keterbatasan-keterbatasan
yang dimiliki oleh para petani jepang dapat dibantu melalui lembaga koperasi
ini.
Bahkan beberapa
koperasi petani bukan sekedar meyediakan fasilitas pengolahan pasca panen,
namun mereka mampu mengembangkan produk-produk baru. Ume adalah semacam buah
dengan rasa asam yang khas, sebelumnya hanya dikonsumsi untuk menambah cita
rasa saat makan nasi. Ume tersebut telah dikembangkan menjadi berbagai jenis
produk yang dapat dinikmati masyarakat seperti jus, ekstrak ume, permen karet
dan sebagainya. Hasil pengembangan produk tersebut selanjutnya dapat dipasarkan
ke seluruh negeri dengan memanfaatkan kemampuan JA dalam memasarkan produk ke
konsumen baik secaralangsung maupun melewati jalur distribusi retail yang ada.
Dalam
pemberdayaan petani, JA diantaranya memainkan peran sebagai berikut :
1. Membantu
petani dalam pemanenan, pengolahan, penyimpanan dan penjualan produk pertanian,
2. Membantu
petani dalam pengelolaan usaha tani, teknologi dan informasi pertanian.
3. Membantu
petani dalam penyediaan bahan, sarana dan peralatan pertanian,
4. Membantu
petani dalam akses terhadap permodalan,
5. Mendorong
pemerintah untuk menyusun kebijakan yang berpihak kepada sektor pertanian dan
petani.
Pemerintah Jepang memberikan subsidi pada produk
yang dianggap punya potensi. Pemerintah disana mengharuskan supermarket
menyediakan outlet khusus untuk pangan lokal yang diproduksi petani kecil,
lengkap dengan photo dan data petani pemasoknya (produsen). Di sana, petani
juga langsung memanajemen semua aktivitas mulai dari penentuan Harga (Bar
Code), Labeling, dan Packaging. Hanya kasir saja yang dilakukan oleh pegawai
supermarket. Para petani juga mendapatkan informasi langsung melalui SMS atau
internet produk apa saja yang laku. Informasi tersebut bisa ditanya kapan saja,
tergantung kebutuhan.
Masalah alih fungsi lahan, Jepang
memberikan pajak sangat tinggi bagi masyarakat yang menjual tanah pertanian
untuk kepentingan komersial. Sementara, jika memberikan tanah tersebut ke anak
untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pemerintah Jepang juga memberikan
bantuan bantuan untuk mengembangan usaha pertanian kecil.
Di Jepang, pemerintah di sana menetapkan harga
jual produk impor lebih murah dari produk lokal. Namun pengimpor boleh saja
menjual barangnya di bawah harga produk lokal, dengan syarat selisih harga
harus disetor ke pemerintah. Sebagai ilustrasi, seandainya importir menjual
beras impor 1.000/kg, sementara harga beras lokal 1.200/kg, maka importir harus
menyetor ke pemerintah sebesar 200. Kebijakan ini sangat membantu petani,
karena harga jual produknya dapat bersaing dengan produk impor. G. KETAHANAN PANGAN DI JEPANG
Jepang
merupakan negara dengan penduduk lebih dari 100 juta jiwa. Kesembadaan pangan
mereka hanya sekitar 40% berdasarkan basis kalori dan untuk biji-bijian sekitar
28%. Kesembadaan biji-bijian itu jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan
Indonesia (85%), India (91%), dan Bangladesh (97%).
Sebagai
negara yang semakin makmur, Jepang mengalami perubahan pola pangan yang
menggeser pangan-pangan sumber kalori. Semula beras memberikan kontribusi 1.090
kalori, tetapi kini kontribusi beras hanya 600 kalori. Turunnya kontribusi
kalori beras digantikan pangan-pangan lain seperti produk-produk perikanan. Itu
menunjukkan bahwa peran beras sebagai pangan pokok sebenarnya tidak
tergantikan, tetapi orang Jepang makan beras semakin sedikit dan pangan lainnya
dikonsumsi lebih banyak sehingga kecukupan kalori semakin sedikit dan pangan
lainnya dikonsumsi lebih banyak sehingga kecukupan kalori secara keseluruhan
tetap terpenuhi.
Berdasarkan
hasil makalah yang telah dibuat
mengenai negara Jepang, sejak zaman dahulu pertanian di Jepang terus mengalami
perkembangan. Mulai dari pertanian yang bersifat trdisional hingga pertanian
moder. Dengan lahan pertanian Jepang
hanya 25% dari total wilayahnya yang sebagian besar berupa pegunungan,
pertanian urban atau pertanian diperkotaan menjadi salah satu solusi Menurut data Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang
(MAFF), pada 2010, produktifitas rata-rata lahan pertanian urban 3% lebih
tinggi dibanding lahan pertanian nasional. Namun jumlah yang kecil tersebut mampu memberikan kontribusi yang besar
terhadap perekonomian Jepang. Dilatar belakangi dengan sumberdaya alam yang
miskin, Jepang menjadi bangsa yang berpola fikir untuk selalu “berkreasi dan
menciptakan” di segala bidang termasuk bidang pertaniannya. Ditambah kebijakan
pemerintah Jepang yang mendukung sektor pertanian.
Jepang dengan perkembangan
teknologi yang maju juga berdampak pada system pertaniannya. Dengan pertanian
kebanyakan menggunakan sistem hidroponik, aeroponik, pupuk hijau/kompos, mesin
panen dan mesin-mesin pembajak yang modern Jepang mampu berswasembada
atas komoditas beras, kedelai, kacang tanah, rumput laut, teh, tomat, sayuran,
kubis, pir, jeruk, aprikot, lobak, jagung, kentang, ketan, gandum, bunga dan
wasabi.
Tingkat kesejahteraan petani di Jepang bisa
dikatakan terjamin. Hal ini karena adanya peran pemerintah yang mengatur sektor
pertanian. Bentuk dukungan pemerintah berupa koperasi pertanian (Japan
Agriculture, JA) yang kuat. Lembaga ini mendukung petani di berbagai sisi, baik
dari sisi teknis budidaya, sisi tata kelola, akses permodalan dan bahkan sampai
dengan kebijakan sektor pertanian yang lebih berpihak kepada petani.
-DAFTAR PUSTAKA-
Munandar,
Teuku. 2012. Sejahteranya petani jepang. (online) (http://perencanaankota.blogspot.co.id/2013/05/sejahteranya-petani-jepang.html)
Diakses pada 9 November 2015
Awaludin,
Rohadi. 2014. Meningkatkan kesejahteraan petani dengan meraih nilai tambah.
(online) (http://berandainovasi.com/meningkatkan-kesejahteraan-petani-dengan-meraih-nilai-tambah/) Diakses pada 9 November 2015
(http://www.pecad.fas.usda.gov/highlights/2012/08/Japantrip/) (online) Diakses pada 9 November 2015
(http://www.snipview.com/q/Rice_production_in_Japan) (online) Diakses pada 11 November 2015
(http://www.akafuji.co.jp/andjapanrice/english/tradition/01.html) (online) Diakses pada 9 November 2015
(http://ristek.go.id/?module=News+News&id=8753) (online) Diakses pada 10 November 2015
(https://adsagsd.wordpress.com/2014/03/17/international-spotlight-japan/) (online) Diakses pada 11 November 2015
(https://www.natureasia.com/ja-jp/advertising/sponsors/climate-change/agriculture) (online) Diakses pada 10 November 2015
Komentar
Posting Komentar