SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KLASIFIKASI KOTA
GEOGRAFI KOTA
“SEJARAH
PERKEMBANGAN DAN KLASIFIKASI KOTA”
OLEH
:
QONITA
AZZAHRA
130722607352
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKLTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
GEOGRAFI
FEBRUARI
2015
SEJARAH
PERKEMBANGAN DAN KLASIFIKASI KOTA
Pada mulanya, kota merupakan konsentrasi rumah
tangga di pinggir-pinggir sungai yang diorganisasi mengelilingi penguasa atau
biasanya pemimpin agama atau pendeta gereja yang kemudian diteruskan oleh
kelompok pendeta yang menyelenggarakan pengendalian yang sistimatis dan
kontinyu terhadap panen, tenaga kerja dan lain-lain. Masih dapat juga
ditelusuri bahwa kota modern di barat pada abad pertengahan dan bahkan sebelum
revolusi industri umumnya masih tergantung dari sistem pertanian yang notebene
belum memakai alat mesin disamping beberapa kota yang sekaligus memang menjadi
pusat perdagangan Nasional dan Internasional. Keadaan tersebut menjadi sebab
kota berkembang sangat terbatas dan bila kota bertumbuh di luar batas kemampuan
suplai hasil pertanian (makanan) dari “hinterland” (daerah sekitarnya)
maka kota tersebut akan mengalami kesulitan makanan ; dan untuk mempertahankan
eksistensi pertumbuhan tersebut sering diperlakukan penaklukan daerah
sekeliling atau daerah lain demi memperbesar suplai bahan makanan. Keadaan
inilah yang sering dilakukan oleh penguasa kota di Romawi dan Yunani dahulu.
Setelah revolusi industri, kota di barat berkembang
dengan sangat pesat dan merupakan asal-usul urbanisasi yang paling berarti.
Penduduk kota bertambah dengan drastis dan penduduk desa, terutama yang dekat
kota berkurang. Sebelum revolusi industri, pertumbuhan dan perkembangan kota
lambat dan bahkan konstan. Setelah revolusi industri pertambahan penduduk
bagaikan meledak hingga untuk pertama kalinya kota-kota di barat melebihi
kemampuan kota yang real, yaitu mulai dari penyediaan perumahan yang layak,
sarana pendidikan, lapangan kerja dan tempat rekreasi dan lain-lain.
Dari peninjauan sejarah perkembangan dan pertumbuhan
kota secara spesifik diperoleh gambaran mengenai hal-hal yang menyangkut :
proses perkembangan dan pertumbuhan kota, faktor-faktor penggerak perkembangan
dan pertumbuhan kota, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai didalam
usaha pengarahan dan penyusunan arah dan besarnya perkembangan dan pertumbuhan
kota. Studi sejarah perkembangan dan pertumbuhan kota yang spesifik ini
jelas akan merupakan bagian yang penting didalam penentuan kebijaksanaan dan
pertimbangan didalam perencanaan untuk perkembangan kota tersebut dimasa
mendatang. Dari sejarah mengenai perkembangan dan pertumbuhan kota dapat
dianalisa apakah pola kecendrungan perkembangan dan pertumbuhan yang berlaku
sekarang itu mempunyai nilai yang negatif ataukah positip untuk perkembangan
kota selanjutnya. Apabila sifat dari pola dan kecenderungan perkembangan dan
pertumbuhan kota itu negatif maka didalam kebijaksanaan perencanaannya perlu
pengarahan kearah lain sedemikian rupa sehingga perkembangan dan
pertumbuhannya dapat diarahkan kepada usaha-usaha perbaikan.
Perkembangan kota secara umum menurut Branch (1995)
sangat dipengaruhi oleh stuasi dan kondisi internal yang menjadi unsur
terpenting dalam perencanaan kota secara komprehensif. Namun beberapa unsur
eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi perkembangan kota. Beberapa
faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota :
1. Keadaan
geografis mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang berfungsi
sebagai simpul distribusi, misalnya perlu terletak di simpul jalur
transportasi, dipertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan
laut. Kota pantai, misalnya akan cenederung berbentuk setengah
lingkaran, dengan pusat lingkaran adalah pelabuhan laut.
2. Tapak
(Site) merupakan faktor-faktor ke dua yang mempengaruhi perkembangan suatu
kota. Salah satu yang di pertimbangkan dalam kondisi tapak adalah topografi.
Kota yang berlokasi didataran yang rata akan mudah berkembang kesemua arah,
sedangkan yang berlokasi dipegunungan biasanya mempunyai kendala topografi.
Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologi. Daerah patahan geologis
biasanya dihindari oleh perkembangan kota.
3. Fungsi
kota juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kota-kota yang
memiliki banyak fungsi, biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan akan
berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi tunggal, misalnya kota
pertambangan, kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, biasanya juga
berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi lainnya;
4. Sejarah
dan kebudayaan juga mempengaruhi karekteristik fisik dan sifat masyarakat kota.
Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu kota kerajaan akan berbeda dengan
perkembangan kota yang sejak awalnya tumbuh secara organisasi. Kepercayaan dan
kultur masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat
tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan
tertentu.
5. Unsur-unsur
umum seperti misalnya jaringan jalan, penyediaan air bersih berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat luas, ketersediaan unsur-unsur umum akan menarik kota
kearah tertentu.
Pengertian Perkembangan Kota
Menurut Ilhami (1988) sebagian
besar terjadinya kota adalah berawal dari dari desa yang mengalami perkembangan
yang pasti. Faktor yang mendorong perkembangan desa menjadi kota adalah karena
desa berhasil menjadi pusat kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat
pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pertambangan, pusat pergantian
transportasi, seperti menjadi pelabuhan, pusat persilangan/pemberhentian kereta
api, terminal bus dan sebagainya.
Pengertian kota menurut Dickinson
(dalam Jayadinata, 1999) adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat
dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai
rumah-rumah yang mengelompok atau merupakan pemukiman terpusat. Suatu kota yang
tidak terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik sosial.
Pola-Pola Perkembangan Kota
Sesuai dengan perkembangan penduduk
perkotaan yang senantiasa mengalami peningkatan, maka tuntutan akan
kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan teknologi
juga terus mengalami peningkatan, yang semuanya itu mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh karena
ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya
kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan
mengambil ruang di daerah pinggiran kota (fringe area). Gejala penjalaran areal
kota ini disebut sebagai “invasion” dan proses perembetan kenampakan fisik kota
ke arah luar disebut sebagai “urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994).
Secara garis besar menurut Northam
dalam Yunus (1994) penjalaran fisik kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut :
1. Penjalaran
fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung lambat dan
menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai perkembangan konsentris
(concentric development).
2. Penjalaran
fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan penjalaran yang
tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut dengan perkembangan
fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial development).
3. Penjalaran
fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai perkembangan yang
meloncat (leap frog/checher board development).
Jenis penjalaran fisik memanjang/linier yang
dikemukakan oleh Northam sama dengan Teori Poros yang dikemukakan oleh Babcock
dalam Yunus (1994), yaitu menjelaskan daerah di sepanjang jalur transportasi
memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga perkembangan fisiknya akan lebih pesat
dibandingkan daerah-daerah di antara jalur transportasi.
Pola pemekaran atau ekspansi kota mengikuti jalur
transportasi juga dikemukakan oleh Hoyt dalam Daldjoeni (1998), secara lengkap
pola pemekaran atau ekspansi kota menurut Hoyt, antara lain, sebagai berikut :
1. Perluasan
mengikuti pertumbuhan sumbu atau dengan kata lain perluasannya akan mengikuti
jalur jalan transportasi ke daerah-daerah perbatasan kota. Dengan demikian
polanya akan berbentuk bintang atau “star shape”.
2. Daerah-daerah
hinterland di luar kota semakin lama semakin berkembang dan akhirnya menggabung
pada kota yang lebih besar.
3. Menggabungkan
kota inti dengan kota-kota kecil yang berada di luar kota inti atau disebut
dengan konurbasi.
Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Northam
dalam Yunus (1994), mengenai perkembangan fisik kota secara konsentris, Branch
(1995) mengemukakan enam pola perkembangan fisik kota, secara skematis dapat
digambarkan sebagai berikut :
Selanjutnya berdasarkan pada kenampakan morfologi
kota serta jenis penjalaran areal kota yang ada, menurut Hudson dalam Yunus
(1994) mengemukakan beberapa model bentuk kota, yaitu sebagai berikut :
1. Bentuk
satelit dan pusat-pusat baru. Bentuk ini menggambarkan kota utama yang ada
dengan kota-kota kecil di sekitarnya terjalin sedemikian rupa, sehingga
pertalian fungsional lebih efektif dan lebih efisien.
2. Bentuk
stellar atau radial. Bentuk kota ini untuk kota yang perkembangan kotanya
didominasi oleh ”ribbon development”.
3. Bentuk
cincin, terdiri dari beberapa kota yang berkembang di sepanjang jalan utama
yang melingkar.
4. Bentuk
linier bermanik, pertumbuhan areal-areal kota hanya terbatas di sepanjang jalan
utama dan pola umumnya linier. Pada pola ini ada kesempatan untuk berkembang ke
arah samping tanpa kendala fisikal.
5. Bentuk
inti/kompak, merupakan bentuk perkembangan areal kota yang biasanya didominasi
oleh perkembangan vertikal.
6. Bentuk
memencar, merupakan bentuk dengan kesatuan morfologi yang besar dan kompak
dengan beberapa ”urban centers”, namun masing-masing pusat mempunyai grup
fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain.
Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di
atas, tentang pola-pola perkembangan fisik kota, pada dasarnya memiliki banyak
persamaan. Namun secara umum pola perkembangan fisik kota dapat dibedakan
menjadi perkembangan memusat, perkembangan memanjang mengikuti pola jaringan
jalan dan perkembangan meloncat membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru.
Dalam mengkaji perkembangan fisik suatu kota,
menurut Hagget (1970) dapat mengacu pada teori difusi atau teori
penyebaran/penjalaran yang mempunyai dua model yang masing-masing memiliki
maksud yang berbeda. Model-model tersebut adalah model difusi ekspansi dan
model difusi relokasi, dengan penjelasan berikut ini :
1. Model
difusi ekspansi (expansion diffusion) adalah suatu proses penyebaran informasi,
material dan sebagainya yang menjalar melalui suatu populasi dari suatu daerah
ke daerah lain. Dalam proses difusi ekspansi ini informasi atau material yang
didifusikan tetap ada dan kadang-kadang menjadi lebih intensif di tempat
asalnya. Salah satu contoh proses difusi ekspansi adalah terjadinya pertambahan
jumlah penduduk dalam kurun waktu tertentu yang dibedakan dalam dua periode
waktu. Dengan demikian dalam ekspansi ruang terdapat pertumbuhan jumlah
penduduk, material dan ruang hunian baru.
2. Model
difusi yang lainnya adalah difusi relokasi (relocation diffusion) adalah suatu
proses yang penyebaran keruangan, yaitu informasi atau material yang
didifusikan meninggalkan daerah asal dan berpindah ke daerah yang baru.
Untuk
lebih jelasnya kedua metode difusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 di
bawah ini :
Faktor-Faktor
Penyebab Perkembangan Kota
Menurut Sujarto (1989) faktor-faktor perkembangan
dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan dan
menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Ada tiga faktor utama yang
sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota :
1. Faktor
manusia, yaitu menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena
kelahiran maupun karena migrasi ke kota. Segi-segi perkembangan tenaga kerja,
perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan
teknologi.
2. Faktor
kegiatan manusia, yaitu menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan
fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang
lebih luas.
3. Faktor
pola pergerakan, yaitu sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh
kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi
kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan
tersebut.
KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN JUMLAH
PENDUDUKNYA :
1. Kota
Kecil : antara 20.000-100.000 jiwa
2. Kota
Sedang : antara 100.000-500.000 jiwa
3. Kota
Besar : antara 500.000-1.000.000 jiwa
4. Metropolitan
: antara 1.000.000-5.000.000
5. Megapolitan
: lebih dari 5.000.000
Contoh
Kota : Jakarta (9.607.787jiwa), Bandung (2.394.873jiwa), Tangerang
(1.798.601jiwa)
KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN TINGKAT
PERKEMBANGANNYA :
1. Tingkat
Eopolis
suatu wilayah yang berkembang menjadi kota baru.
2. Tingkat
Polis
suatu kota yang masih memiliki sifat agraris.
3. Tingkat
Metropolis
suatu kota besar yang perekonomiannya sudah
mengarah ke industri.
4. Tingkat
Megapolis
suatu wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa
metropolis yang berdekatan
lokasinya sehingga membentuk jalur perkotaan yang
sangat besar.
5. Tingkat
Tryanopolis
suatu kota yang kehidupannya sudah dipenuhi dengan
kerawanan sosial,
seperti kemacetan lalu lintas dan tingkat
kriminalitas yang tinggi,
6. Tingkat
Nekropolis
suatu kota yang berkembang menuju keruntuhan,
Contoh Kota : Jakarta, Singapore,
Hongkong
KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN FUNGSINYA
:
1. Kota
Pusat Produksi
Adalah kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
produksi atau pemasok, baik yang
berupa bahan mentah,barang setengah jadi maupun
barang jadi.
Contoh kota : Surabaya, Gresik,
Bontang.
2. Kota
Pusat Perdagangan ( Centre of Trade and Commerce)
Adalah kota
yang memiliki fungsi sebagai pusat perdagangan, baik untuk domestik
maupun Internasional.
Contoh kota : Hongkong, Jakarta, Singapore.
3. Kota
Pusat Pemerintahan (Political Capital)
Adalah kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
pemerintahan atau sebagai Ibu Kota Negara.
4. Kota
Pusat Kebudayaan (Cultural Centre)
Adalah kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
kebudayaan.
Contoh kota : Yogyakarta dan Surakarta.
KLASIFIKASI KOTA BERDASARKAN SEJARAH
PERTUMBUHANNYA :
1) Kota
yang berawal dari pusat Pertambangan,
contoh kota : Balik Papan, Bontang, Cepu dan
Tembangapura.
2) Kota
yang berawal dari pusat Perkebunan.
contoh kota : Bogor, Bandung, Subang.
3) Kota
yang berawal dari pusat administrasi atau kerajaan
contoh kota : Surabaya, Yogyakarta, Jakarta,
Cirebon.
|
|
DAFTAR
REFERENSI
Sujarto, Djoko, 1989, Faktor Sejarah Perkembangan
Kota Dalam Perencanaan Perkembangan Kota. Bandung. Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Bandung.
Sujarto, Djoko. 1989, Faktor Sejarah Perkembangan
Kota Dalam Perencanaan Perkembangan Kota. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
ITB, Bandung.
Sujarto, Djoko. 1992, Perkembangan Perencanaan Tata
Ruang Kota Di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan ITB, Bandung.
Yunus, Hadi Sabari. 1994, Teori Dan Model Struktur
Keruangan Kota. Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar